Dasar-Dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar-Dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan

Pengertian Administrasi Pendidikan

Untuk dapat memahami administrasi pendidikan secara keseluruhan maka perlu terlebih dahulu membahas titik awal pengertian tersebut, yaitu administrasi. Pengertian administrasi ini akan merupakan tumpuan pemahaman administrasi seutuhnya.

Kini administrasi itu telah mengalami perkembangan yang pesat sehingga administrasi ini mempunyai pengertian atau konotasi yang luas secara garis besarnya pengertian itu antara lain sebagai berikut:

1.      Mempunyai pengertian sama dengan manajemen.

2.      Menyuruh orang agar bekerja secara produktif.

3.      Memanfaatkan manusia, material, uang, metode secara terpadu.

4.      Mencapai suatu tujuan melalui orang lain.

5.      Fungsi eksekutif pemerintah.

Administrasi adalah upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan orang-orang dalam suatu pola kerjasama, efektif dalam arti hasil yang dicapai upaya itu sama denga tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan efisien berhubungan dengan penggunaan sumber dana, daya dan waktu yang ekonomis. Selain manusia dan tujuan, administrasi sangat memperdulikan keadaan sumber. Sumber adalah segala hal yang membantu tercapainya tujuan baik berupa tenaga material, uang, ataupun waktu.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya yang menjadi perhatian administrasi adalah tujuan, manusia, sumber , dan juga waktu. Kalau keempat unsur tersebut digabungkan dan dilihat dari bentuk perilakunya, maka akan menampakkan dirinya sebagai suatu satuan sosial tertentu, yang sering disebut organisasi. 

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian, Dasar-Dasar dan Tujuan

Serta Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan

A.    Pengertian Supervisi

1.      Pengertian supervisi Menurut Beberapa hal :

Arti Supervisi menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).

Secara morfologis, Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan – orang yang berposisi diatas, pimpinan – terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata – mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki

Secara sematik, Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.

Secara Etimologi, supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.

 2.      Pengertian Supervisi Menurut Pendapat Para Ahli :

a.       Good Carter,

Memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.  God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar,

b.      Boardman.

Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern. Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern.

c.       Wilem Mantja (2007)

Mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan  supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan

d.      Kimball Wiles (1967)

Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik.

e.       Mulyasa (2006)

Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.

f.        Ross L (1980),

Mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum. Ross L memandang supervisi sebagai pelayanan kapada guru – guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan.

g.      Purwanto (1987),

Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Kegiatan supervisi dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas, pimpinan– terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.  Inspeksi : inspectie (belanda) yang artinya memeriksa  dalam arti melihat untuk mencari kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut inspektur. Inspektur dalam hal ini mengadakan :

  1. Controlling  : memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya
  2. Correcting: memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan
  3. Judging   : mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak
  4. Directing: pengarahan, menentukan ketetapan/garis
  5. Demonstration: memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik

Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah Melihat apa yg positif & negatif. Adapun Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari – cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya

Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi. 

Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

B.     Dasar-Dasar Administrasi

Administrasi akan berhasil baik apabila didasarkan atas dasar- dasar yang tepat. Dasar diartikan sebagai suatu yang fundamental yang dapat dipergunakan sebagai landasan dan pedoman bertindak dalam kehidupan bermasyarakat.

Berikut ini akan dipaparkan beberapa dasar yang perlu diperhatikan agar administrator dapat mencapai sukses dalam tugasnya.terdapat banyak dasar administrasi,antara lain:

a. Prinsip efisiensi.

Seorang administrasi akan berhasil dalam tugasnya bilamana dia efisien dalam menggunakan semua sumber tenaga dana dan fasilitas yang ada.

b.      Prinsip pengelolaan

Administrator akan memperoleh hasil yang paling efektif dan efisien melalui oarang-orang lain dengan jalan melakukan pekerjaan manajemen, yakni merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol.

c.       Prinsip pengutamaan tugas pengeloaan

Jika disertai pekerjaan manajemen dan operatif dalam waktu yang sama, seseorang administrasi cenderung untuk memberikan prioritas pertama pada pekerjaan operatif. Administrator harus mampu menghindari kecendurangan negatif ini, sebab bila ia terlalu sibuk dengan tugas-tugas operatif, maka pekerjaan pokoknya yaitu pengelolaan akan terbengkalai.

d.      Prinsip kepemimpinan yang efektif

Seorang administrator yang berhasil dalam tugasnya apabila dia menggunakan gaya kepemimpinan yang efektif, yakni yang memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar manusia, dengan pelaksanaan tugas dan dimensi situasi (sikon yang ada).

e.       Prinsip kerjasama

Seseorang administrator akan berhasil baik dalam tugasnya bila ia mampu mengembangkan kerjasama di antara orang-orang yang terlibat, baik secara horisontal maupun secara vertikal.

C.    Tujuan Administrasi

Administrasi pendidikan semakin lama dirasakan semakin rumit karena pendidikan juga menyangkut masyarakat atau orang tua murid. Yang terlibat langsung dalam pendidikan itu. Oleh karena itu, apabila administrasi pendidikan ini semakin baik bahwa semakin baik pula tujuan pendidikan akan tercapai dengan baik.

Karena sekolah merupakan sub sistem pendidikan nasional, maka tujuan administrasi pendidikan di Indonesia yang dilaksanakan di sekolah juga bersumber dari tujuan pendidikan nasional. Di samping itu tujuan administrasi pendidikan di Indonesia juga menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasioan tersebut.

Secara singkat, administrasi pendidikan di sekolah bertujuan menciptakan situasi yang memungkinkan anak mempunyai pengetahuan dasar yang kuat untuk melanjutkan pelajaran, mempunyai suatu kecakapan dan keterampilan khusus untuk dapat hidup sendiri dan dalam masyarakat, serta mempunyai sikap hidup sebagian manusia Pancasila dengan pengabdian untuk pembangunan masyarakat Pancasila Indonesia.

Adapun tugas administrasi, tepatnya administrasi pendidikan mengupayakan agar tujuan penididkan dapat tercapai. Secara agak rinci dan kewajiban administrasi sehubungan dengan tujuan pendidikan ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

*      Berusaha agar tujuan pendidikan tampil secara formal dengan jalan merumuskan, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan tujuan pendidikan yang akan dapat dicapai sesuai dengan lembaga atau organisasi pendidikan yang bersangkutan secara formal.

*      Menyebarluaskan dan berusaha menanamkan tujuan pendidikan itu kepada anggota lembaga, sehingga tujuan pendidikan tersebut menjadi kebutuhan dan pendorong kerja para anggota lembaga.

*      Memilih, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan proses berupa tindakan, kegiatan, dan pola kerja yang diperhitungkan dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

*      Mengawasi pelaksanaan proses pendidikan dan lainnya dengan memantau, memeriksa dan mengendalikan setiap kegiatan dan tindakan pada setiap tahap proses sistem.

*      Menilai hasil yang telah dicapai dan proses yang sedang atau telah berlaku, mengupayakan agar informasi tentang hasil dan proses itu menjadi umpan balik yang dapat memperbaiki proses dan hasil selanjutnya.

 

D.    Ruang Lingkup Administrasi

Bidang-bidang yang mencangkup dalam administrasi pendidikan sangat banyak tapi yang lebih penting diketahui adalah sebagai berikut:

a. Bidang tata usaha sekolah meliputi:

·         Organisasi dan struktur pegawai tata usaha

·         Anggaran belanja keuangan sekolah

·         Masalah kepegawaian dan personalia sekolah

·         Keuangan dan pembukuan

·         Korespondensi/surat-menyurat

·         Masalah pengangkatan, pemindahan, penempatan, laporan, pengisian buku induk, raport dan sebagainya.

b. Bidang personalia murid meliputi:

*      Organisasi murid

*      Masalah kesehatan murid

*      Masalah kesejahteraan murid

*      Evaluasi kemajuan murid

*      Bimbingan dan penyuluhan.

c. Bidang personalia meliputi:

v  Pengangkatan dan penempatan guru

v  Organisasi personel guru

v  Masalah kepegawaian

v  Masalah kondite dan evaluasi kemajuan diri

v  Refreshing dan up-grading guru-guru

d. Bidang pengawasan (supervisi) meliputi:

Ø  Usaha membangkitkan semangat guru-guru dan pegawai tata usaha dalam menjalankan tugasnya masing-masing sebaliknya.

Ø  Mengusahakan dan mengembangkan kerjasama yang baik antara guru, murid, dan pegawai tata usaha sekolah.

Ø  Mengusahakan dan membuat pedoman cara-cara menilai hasil-hasil pendidikan dan pengajaran.

Ø  Usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru-guru pada umumnya.

e. Bidang pelaksanaan dan pembinaan kurikulum meliputi:

ü  Berpedoman dan mengetrapkan apa yang tercantum dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan dalam usaha mencapai dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran.

ü  Melaksanakan organisasi kurikulum beserta metode-metodenya, disesuaikan dengan pembaruan pendidikan dan lingkup masyarakat.

 BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus di penuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan denga aspirasi (cita-cita) unutk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.

Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan pembangunan secara tahap demi tahap. Pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efisien (berdaya guna dan berhasil guna) akan mampu mempercepat jalannya proses pembudayaan bangsa yang berdasarkan pokok pada penciptaan kesejahteraan umum dan pencerdasan kehidupan bangsa kita, sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum dalam alinea IV, pembukaan UUD 1945.

Oleh karena pelaksanaan pendidikan tidak mungkin lepas dari faktor psikologis manusia, disamping faktor lingkungan sekitar, maka proses kependidikan perlu, bahkan wajib berpegang pada petunjuk-petunjuk dari para ahli psikologi terutama psikologi pendidikan dan perkembangan, termasuk psikologi agama. Tanpa petunjuk psikologi, proses kependidikan tidak mengena pada sasarannya secara tepat guna.

Pendidikan sebagai salah satu sektor yang paling penting dalam pembangunan nasional, dijadikan andalan utama untuk berfungsi semaksimal mungkin dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, dimana iman dan taqwa kepada Tuhan YME menjadi sumber motivasi kehidupan segala bidang.

Daftar Pustaka

Burhanudin, Drs. Yusak. Administrasi Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung: 2005

Daryanto, Drs. H.M. Administrasi Pendidikan, Rekaka Cipta: 2001

Nawawi, DR. Hadari. Administrasi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta: 1997

Latar Belakang Lahirnya Supervisi, Pengertian, Ruang Lingkup, Prinsip, Tujuan dan Sasaran Supervisi Pendidikan

Latar Belakang Lahirnya Supervisi, Pengertian, Ruang Lingkup, Prinsip, Tujuan dan Sasaran Supervisi Pendidikan

A.     Sejarah Lahirnya Istilah Supervisi Pendidikan

Seperti dikatakan di muka bahwa Supervisi adalah istilah yang dapat dikatakan baru dikenal di dunia pendidikan di Indonesia. Istilah ini muncul diperkirakan pada awal tahun 60-an, atau pada dua dasawarsa terakhir ini[1]. Diperkenalkannya istilah supervisi seiring dengan diberikannyanya mata kuliah administrasi pendidikan di beberapa IKIP di Indonesia, yang kemudian disusul pula dengan dijadikannya administrasi pendidikan sebagai mata pelajaran dan bahan ujian pada SGA/SPG pada tahun ajaran 1965-1966, jadi tidaklah mengherankan kalau ada dari kalangan pendidik sendiri masih ada asing dengan istilah ini, terutama bagi mereka yang menamatkan pendidikan guru, baik di tingkat menengah keguruan maupun pendidikan tinggi pada sebelum tahun 70-an.

Di Indonesia, sebenarnya aktivitas semacam supervisi sudah lama dikenal, tapi sayang sekali kesannya memang agak kurang enak, karena pelaksanaannya yang lebih cenderung hanya untuk mencari kesalahan dan kekurangan guru dalam mengajar. Pada waktu itu aktivitas itu dikenal dengan istilah inspeksi, yang diwariskan oleh Belanda sewaktu menjajah Indonesia selama lebih kurang 3,5 abad. Pada zaman penjajahan Belanda, orang yang memeriksa sekolah dasar (SD) mereka sebut dengan “Schoolopziener“, yaitu bertugas memeriksa seluruh mata pelajaran di sekolah dasar yang menggunakan pengantar bahasa Belanda, sedangkan mata pelajaran lain diperiksa oleh petugas yang mereka sebut inspektur, yang juga orang belanda sendiri. Menurut Harahap (1983: 6) bahwa pada zaman penjajahan sekolah dasar, tapi sayang sekali istilah ini tidak begitu lama melekat di kalangan pendidik Indonesia, yang mungkin dikarenakan Jepang tidak terlalu lama menjajah Indonesia, yaitu lebih kurang 2,5 tahun saja.

Setelah Indonesia merdeka, istilah Inrspektur pernah dipakai untuk beberapa waktu, tetapi kemudian diubah dengan sebutan pengawas untuk tingkat sekolah lanjutan dan penilik untuk sekolah dasar. Seiring dengan itu muncul pula sebutan baru, yaitu supervisi, yang berasal dari bahasa Inggris, supervision, yang diperkenalkan oleh orang-orang yang pernah belajar di Amerika Serikat. Menurut Soetopo (1984: 63), di Amerika Serikat aktivitas supervisi baru muncul pada permulaan zaman kolonial, yaitu pada sekitar tahun 1654. “The General Court of chusetts bay coloni” menyatakan bahwa pemuka-pemuka kota bertanggung jawab atas seleksi dan pengaturan kerja guru-guru, gerakan dapat danggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep yang paling dasar untuk perkembangan supervisi moderen.

Kemudian pada tahun 1709, di Boston, a comite of laymen mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengetahui penggunaan metode pengajar oleh guru-guru, kecakapan siswa, dan merumuskan usaha-usaha memajukan pengajaran dan organisasi-organisasi sekolah yang baik. Selanjutnya, perkembangan dan pertumbuhan sekolah dipengaruhi pula oleh bertambahnya jumlah penduduk, yang membuat dibutuhkanya tambahan tenaga guru yang lebih besar, yang ada di antara mereka yang dipilih menjadi kepala sekolah, tapi kepala sekolah pada waktu itu belum berfungsi sebagai supervisor. Namun pada perkembangan selanjutnya baru, terutama setelah bertambahnya aktivitas sekolah, maka didirikanlah kantor superintendent di sekolah-sekolah, yang mengakibatkan adanya dua unsur pimpinan di setiap sekolah. Kewenangan kedua unsur pimpinan di sekolah itu tidak begitu cepat berkembang, tapi baru setelah pada awal abad ke-19, di mana terjadi pengurangan beban pengajar kepala sekolah, supaya mereka lebih banyak mencurahkan waktu untuk membantu pekerjaan guru di kelas. Sehingga dapat dikatakan dari sinilah dimulainya dua fungsi kepala sekolah, yaitu sebagai administrator dan supervisor di sekolah.

Di dunia pendidikan Indonesia, diterapkannya secara formal konsep supervisi diperkirakan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri P dan K, RI. Nomor: 0134/1977, yang menyebutkan siapa saja yang berhak disebut supervisor di sekolah, yaitu kepala sekolah, penilik sekolah untuk tingkat kecamatan, dan para pengawas di tingkat kabupaten/ Kotamadya serta staf kantor bidang yang ada di setiap propinsi. Di dalam PP Nomor 38/Tahun 1992, terdapat perubahan penggunaan istilah pengawas dan penilik. Istilah pengawas dikhususkan untuk supervisor pendidikan di sekolah sedangkan penilik khusus untuk pendidikan luar sekolah.

Kedudukan pengawas semakin penting setelah keluar :

1.      UU. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

2.      PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;

3.      PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Semua Permendiknas tentang 8 Standar Nasional Pendidikan;

4.      Permendiknas No. 12 Th. 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah,

5.      SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya;Keputusan bersama Mendikbud nomor 0322/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas;

6.      Keputusan Mendikbudnomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya;

7.      Permendiknas Nomor 39/Tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan.

Standar mutu pengawas yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional (Sudjana, Nana, 2006) bahwa pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah.(uraian lebih lanjut dalam bagian tersendiri). Semua produk hukum itu mengarahkan bahwa kedudukan pengawas bukan hanya sebagai jabatan buangan dan pajangan di kantor dinas pendidikan, tetapi mempunyai fungsi penggerak kemajuan pendidikan di sekolah. Sebagaimana guru, pengawas juga harus memulai pekerjaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan diakhir dengan pelaporan tertulis yang akan dibicara dalam bagiantersendiri.

Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara kita Indonesia, sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan sampai sekarang. Maka kewajiban dan tanggungjawab para pemimpin pendidikan pada umumnya dan kepala sekolah pada khususnya mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi tiga aspek :

1.    Perubahan dalam tujuan,

2.    Perubahan dan scope (luasnya tanggungjawab / kewajiban), dan

3.    Perubahan dalam sifatnya.

Ketiga aspek tersebut sangat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah pula scope atau luasnya tanggungjawab yang harus dipikul dan dilaksanakn oleh para pemimpin pendidikan. Hal ini merubah pula bagaimana sifat-sifat kepemimpinan yang harus dijalankan hingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tugas dan tanggungjawab kepala sekolah disamping mengatur jalannya sekolah, juga harus dapat bekerjasama dan berhubungan erat dengan Masyarakat. Ia berkewajiban membangkitkan semangat staf-staf guru dan pegawai sekolah untuk bekerja lebih baik, membangun dan memelihara kekeluargaan, kekompakan, dan kesatuan antara guru, pegawai dan murid. Selain itu juga mengembangkan kurikulum sekolah, mengetahui rencana sekolah, dan tahu bagaimana menjalankannya, memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan guru-guru dan pegawai-pegawainya. Semua ini merupakan tugas kepala sekolah. Tugas seperti ini adalah merupakan bagian dari Supervisi / Kepengawasan yang menjadi tanggung jawab pemimpin pendidikan.

B.     Pengertian Supervisi

Supervisi merupakan aktivitas menentukan kondisi / syareat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Orientasi supervisi dapat dikatakan sebagai proses pembantuan. Dengan kata lain, pembatuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Supervisi tertuju pada perkembangan guru-guru dan personel sekolah lainnya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini supervisi dapat dilakukan melalui dorongan, bimbingan dan pemberian kesempatan.

Dengan kata lain, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. [2]Meskipun tujuan akhir dari pemberian supervisi adalah tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan adalah bantuan kepada guru. Karena guru adalah pelaksana pendidikan.

Kata supervisi berasal dari bahasa Inggris yang merupakan bentuk transliterasi dari kata Supervision, yang artinya “pengawasan”. Supervisi merupakan gabungan dari kata super artinya luar biasa, istimewa, atau lebih dari yang lain, sedangkan visi artinya kemampuan untuk melihat persoalan jauh ke depan. Dengan demikian, supervisi adalah suatu pandangan yang luar biasa yang melihat permasalahan jauh melampaui batas waktu sekarang tetapi yang akan datang.[3]

Dari kata tersebut muncul kata supervisor, adalah orang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memandang suatu permasalahan secara objektif, rasional, dan jauh ke depan. Dalam kamus Bahasa Indonesia supervisi diartikan pengawasan utama, pengontrolan tertinggi.[4]

Ada bermacam-macam konsep supervisi. Secara historis mula-mula diterapkan konsep supervisi yang tradisional, yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional ini disebut snooper vision, yaitu tugas mematai-matai untuk menemukan kesalahan. Konsep ini menyebabkan guru-guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut dipersalahkan, kemudian berkembang supervisi yang bersifat ilmiah, ialah :

a.       Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinu

b.      Obyektif dalam pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan berdasarkan tafsiran pribadi

c.       Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses pembelajaran dikelas.[5]

Berbagai pendapat para ahli mengenai definisi supervisi pendidikan itu sangat beraneka ragam antara lain :

a.       Adams dan Dickley dalam bukunya Basic Principle of Supervision, mendefinisikan supervisi adalah program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Program itu pada hakikatnya adalah perbaikan hal belajar mengajar.

b.      Dalam Dictionary of Education Good Carter memberi pengertian bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran.

c.       Ada yang melihat supervisi pendidikan dari pandangan yang demokratis, seperti yang dikemukakan oleh Boardman dalam bukunya Democratic Supervision in Secondary School bahwa supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.

d.      Namun ada yang berpendapat supervisi dilihat sebagai prosedur penilaian seperti yang dikemukan oleh Mc Nerney supervisi adalah suatu prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pengajaran

e.       Menurut Burton dan Bruckner supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang bertujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan guru[6].

C.     Tujuan Supervisi

Supervisi memiliki tujuan-tujuan yaitu:Mengadakan perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total.[7] Dalam hal ini supervisor bukan hanya memperbaiki mutu guru, namun juga membina pertumbuhan profesi keguruan seperti pengadaan fasilitas, peningkatan mutu, pemberian bimbingan, pemilihan alat dan metode pengajaran, prosedur teknik evaluasi dsb. Secara ringkasnya tujuan supervisi adalah sebagai berikut :

1.    Meningkatkan kinerja / mutu guru. Diantaranya:

a.         Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut

b.        Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.

c.         Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya.

d.        Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa.

e.         Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran.

f.          Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran.

g.         Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.

2.    Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik.

3.    Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana prasaranayang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa.

4.    Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolahkhususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan..

5.    Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan[8].

Adapun sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi tersebut adalah  peningkatan kemampuan profesional guru.

D.     Kriteria Supervisi

Dalam menjalankan supervisi, kepala sekolah perlu memahami konsep penyelenggaraan sbb :

1.    Guru perlu diberitahu penilaian apa yang akan dipakai dalam proses pembelajaran.

2.    Kriteria penilaian harus dikembangkan mulai dari prioritas pengajaran, tujuan program, sistem sekolah serta perkembangan profesional guru.

3.    Kriteria dalam observasi guru harus ada hubungannya dengan deksripsi kerja guru.

E.     Fungsi Supervisi

Beberapa FungsiSupervisiantara lain:

1.      Fungsi Meningkatkan Mutu Pembelajaran Ruang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.

2.      Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan Pembelajaran, lebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi.

3.      Fungsi Membina dan Memimpin

 

 

F.      Prinsip Supervisi

1.    Memberikan bimbingan dan memberikan bantuan untuk mengatasi masalah, bukan mencari kesalahan.

2.    Pemberian bantuan langsung, tanpa dipaksakan.

3.    Apabila supervisor merencanakan atau memberikan saran, sebaiknya segera. Karena dikhawatirkan akan lupa.

4.    Sebaiknya dilakukan secara berkala.

5.    Suasana selama supervisi sebaiknya mencerminkan suasana baik antara supervisor dan yang disupervisi.

6.    Untuk mencegah terjadi kelupaan, maka sebaiknya supervisor membuat catatan-catatan mengenai hal yang berlangsung selama supervisi, berisi hal penting untuk membuat laporan.

Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut :

1.      Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.

2.      Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif

3.      Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya.

4.      Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.

5.      Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi.

6.      Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.

7.      Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah

Prinsip-prinsip Supervisi

1.         Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan.

2.         Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.

3.         Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.

4.         Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.

5.         Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki.

6.         Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan.

Sedangkan menurut Tahalele dan Indrafachrudi (1975) prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut;

(a) supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif,

(b) supervisi harus kreatif dan konstruktif,

(c) supervisi harus ”scientific” dan efektif,

(d) supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru,

(e) supervisi harus berdasarkan kenyataan,

(f) supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru-guru untuk mengadakan “self evaluation

G.    Sasaran Supervisi

Ditinjau dari objek yang disupervisi, maka ada 3 macam supervisi yaitu :

1.      Supervisi Akademik yang menitik beratkan pada masalah akademik yaitu pada saat siswa sedang dalam proses pembelajaran.

2.      Supervisi Administrasi yang menitikberatkan pada aspek yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran, seperti sarana dsb.

3.      Supervisi Lembaga menitik beratkan pada kelembagaan dalam usaha meningkatkan cotra sekolah seperti adany perpustakaan dll.


[1] Arikunto, Suharsimi, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (Jakarta: P2LPTK, Ditjen Dikti, Depdikbud.1988) Hlm. 152

[2] Drs. M. Ngalim Purwanto, MP. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. 2007. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 76.

[3] M, Amin Thaib BR, Drs, M.Pd dan Ahmad Robie, Drs, Standar Supervisi Pendidikan Pada MTs, (Jakarta: Depag RI, 2005), Cet. I, h. 3-4

[4]Kamus Besar Bahasa Indonesia/ Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Ed 2 , (Jakarta : Balai Pustaka, 1999)

[5] Piet A. Sahertian, Drs, Prof, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h. 16-17

[6] Muwahid Shulhan H, Drs, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Bina Ilmu, 2004), h. 74 -75

[7]Ibid, hlm. 77

[8] Depdiknas, 1986; 1994 & 1995

Resume Buku Evaluasi PAI Prof. Dr. Suharsimi Arikunto

Bab 1 PENDAHULUAN

1.      Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi

Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dalam bukunya dasar-dasar evaluasi pendidikan, yang menyatakan : kita tidak dapat mengadakan penilain sebelum kita mengadakan pengukuran.

  • Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
  • Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kuantitatif.
  • Mengadakan Evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai

Jadi, dalam istilah asing pengukuran adalah Measurement, sedang penilaian adalah Evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Jadi  evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan, yang dimaksudkan untuk membantu para guru dalam pengambil keputusan  dalam usaha menjawab pertanyaan  atau permasalahan yang ada. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

2.      Penilaian Pendidikan

Dalam pendidikan, ada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi ini diperluaskan oleh dua ahli lain, yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, digunakan untuk membuat keputusan.

3.      Mengapa Menilai?

Menurut suharsimi arikunto ada beberapa makna dari proses penilaian antara lain sebagai berikut:

a.       Makna Bagi siswa

Dengan diadakannya penilaian maka siswa dapt mengetahui sejauh man telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh oleh siswa ada 2 kemungkinan :

1). Memuaskan. Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan siswa akan memiliki motvasi yang cukup besar agar dapat belajar lebih giat.
2). Tidak Memuaskan. Jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperolehnya, maka ia akan beruaha agar lain kali tidak seperti itu lagi.

b.      Makna bagi guru

1). Dengan hasil penilaian guru dapat mengetahui siswa mana saja yang berhak melanjutkan pelajaran.

2). Guru dapat mengetahui apakah pelajaran yang ia sampaikan tepat sasaran kepada siswa.

3). Guru akan mengetahui apakah metode yang ia gunakan sudah dapat maksimal atau belum.

c.       Makna Bagi Sekolah

1). Apabila guru-guru mangadakan penilaian akan diketahui hasil siswa, maka dapat diketahui pula apakah kondisi belajar disekolah sudah sesuai harapan atau belum.

2). Akan ada informasi tentang tepat tidaknya kurikulum sekolah.

3). Akan ada informasi hasil penilaian dari tahun ke tahun yang bias digunakan sebagai pedoman dari tahun ke tahun.

4.      Tujuan atau Fungsi Penilaian

Dengan diketahuinya makna dari penilaian, maka dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian adalah sebagai berikut:

a.       Penilaian berfungsi selektif.

Dengan cara penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksiatau penilaian terhadap siswanya.

b.      Penilaian berfungsi diagnostik.

Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi syarat, maka dengan melihat hasilnya guru dapat mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu akan diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian guru sebanarnya melakukan diagnosis kepada siswanya.

c.       Penilaian berfungsi sebagai penempatan

Setiap siswa sejak lahir telah membawa bakat sendiri-sendiri sehingga belajar akan lebih efektif jika di sesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk dapat menentukan dengan pasti kelompok mana yang sesuai dengan kemampuan siswa, maka digunakan suatu penilaian.

d.      Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.

Fungsi ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu mana suatu program berhasil diterapkan kepada siswa.Jadi dapat disimpulkan bahwa penilaian berfungsi sebagai alat ukur keberhasilan dalam proses belajar.

5.      Ciri-Ciri Penilaian dalam Pendidikan

Untuk dapat menentukan kepandaian seseorang, bukan kepandaian yang diukur. Namun kita dapat melihat dari gejala-gejala yang tampak atau memancar dari kepandaianya. Salah satu contohnya adalah bahwa anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh gurunya.

Ciri-ciri penilaian antara lain sebagai berikut:

a.             Ciri pertama yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Dalam contoh ini kita menilai kepandaian melalui ukuran menyelesaikan soal.

b.            Ciri kedua yaitu pengunaan ukuran kuantitatif. Penilaian bersifat kuantitatif artinya mengunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran. Setelah itu lalu diinterpretasikan ke bentuk kualitatif. Contoh : dari hasil pengukuran tia mempunyai IQ 126 sedangkan budi 89. Maka tia dapat dikatagorikan sebagai anak pandai sedangkan budi anak dibawah rata-rata.

c.             Ciri ketiga yaitu bahwa penilaian pendidikan mengunakan, unit-unit atau satuan-satuan yang tetap misalnya, IQ 126 menurut unit pengukurannya termasuk anak yang pandai sedangkan 89 termasuk anak dibawah rata-rata.

d.            Ciri keempat yaitu bersifat relatif artinya tidak selalu tetap dari waktu ke waktu yang di sebabkan banyak faktor. contoh nilai ulangan MTK pertama tia adalah 90 namun ulangan keduanya hanya 40.

e.             Ciri kelima bahwa dalam penilaian pendidikan sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun kesalaan-kesalahan itu ditinjau dari berbagai faktor yaitu:

1). Terletak pada alat ukurnya.Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik namun sering kali terjadi kesalahan di alat ukurnya.

2). Terletak pada orang yang melakukan pengukurannya.Hal ini dapat berupa:

a). kesalahan pada waktu penilaian karena factor subjektif penilai yang telah terpengarus oleh hasil pengukuran, misalnya tulisan jelek atau tidak jelas itu sering mempengaruhi subjektif penilaian.

b). kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara murah atau mahal. Ada guru yang mudah memberikan nilai ada yang sulit untuk memberikan nilai.

c). Adanya Hello-effect, yakni adanya kesan penilai terhadap siswa.

d). adanya pengaruh dari hasil sebelumnya.

e). kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian.

3). Terletak pada anak yang dinilai.

a). siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian.

b). keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai.

c). nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian.

4). Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung

a). suasana pada saat terjadinya penilaian. Keadaan yang gaduh akan mempengaruhi penilaian yang sebenarnya karena siswa tidak dapat konsenterasi.
b). Pengawasan dalam penilaian. Bentuk pengawasan yang tidak sesuai akan berpengaruh pada keobjektifan hasil dari pengukuran yang ada.

 Bab 2 Subjek dan sasaran Evaluasi

1.      Subjek Evaluasi

Dalam keterangan ini yang di maksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat di sebut sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, di tentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku.

Ada pandangan lain yang mengatakan subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang yang di evaluasi, dalam hal ini yang di pandang sebagai objek evaluasi adalah mata pelajarannya. Pandangan lain mengatakan siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjek evaluasi.

2.      Sasaran Evaluasi

Adapun sasaran evaluasi di sini mencakup beberapa sasaran penilaian untuk unsure-unsurnya, meliputi : Input, Transformasi dan Out put.

a.       In Put

Berkenaan dengan hal ini ada beberapa aspek yang harus di perhatikan untuk mencapai hasil yang di inginkan, yaitu :

· Kemampuan

Jika sebuah institusi menginginkan out put yang berguna bagi nusa dan bangsa maka haruslah memperhatikan atau memilah-milah kemampuan dari beberapa calon murid. Adapun tes yang di gunakan adalah tes kemampuan.

· Kepribadian

Kepribadian adalah sesuatau yang terdapat pada diri manusia serta tampak bentuknya dalam tingkah laku, sehingga seorang pendidik akan mengetahui satu-persatu calon peserta didiknya. Adapun alat yang di pakai adalah tes kepribadian.

· Sikap

Sikap adalah bagian dari tingkah laku manusia yang menggambarkan kepribadian seseorang, akan tetapi karena sikap ini sangat menonjol dalam pergaulan maka banyak orang yang ingin tahu lebih dalam informasi khusus terkait dengannya. Adapun alat yang di pakai adalah tes sikap.

· Intelegensi

Dalam hal ini para ahli seperti binet dan simon menciptakan tes buatan yang di kenal dengan tes binet-simon yang dapat mengetahui IQ seseorang, karena IQ bukanlah intelegensi.

b.      Transformasi

Di sini ada beberapa unsur yang dapat menjadi sasaran atau objek pendidikan demi di perolehnya hasil pendidikan yang di harapkan, yaitu :

· Kurikulum/materi

· Metode dan cara penilaian

· Media

· Sistem administrasi

· Pendidik dan anggotahnya.

c.       Out Put

Penilaian atas lulusan suatu sekolah di lakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkah pencapaian atau prestasi belajar mereka selama mengikuti program tersebut dengan menggunakan tes pencapaian.

 

Bab 3 PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

1.      Prinsip Evaluasi

 Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu:

 a.    Hubungan antara tujuan dengan KBM

Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM.

b.    Hubungan antara tujuan dengan evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di lain sisi, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan.

c.    Hubungan antara KBM dengan evaluasi

Seperti yang sudah disebutkan dalam poin (a), KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam poin (b) bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitikberatkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.

2.      Alat Evaluasi

Secara garis besar, maka alat-alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tes dan non tes. Dibawah ini akan dijelaskan secara rinci macam-macam tes dan non tes.

a.       Teknik Non Tes

            Ada beberapa teknik non-tes yaitu:

1)      Skala Bertingkat

Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan. Sebagai contoh adalah skor yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa.

2)      Kuesioner

Kuesioner (questionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur. Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi :

a)      Ditinjau dari siapa yang menjawab, maka ada :

Ø  Kuesioner langsung. Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

Ø  Kuesioner tidak langsung. Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh orang yang bukan diminta keterangannya.

b)      Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan atas:

Ø  Kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban langkah sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.

Ø  Kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.

3)      Daftar cocok (check list). Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan, dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( ) di tempat yang sudah disediakan.

4)      Wawancara. Wawancara atau interview adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakuakan dengan 2 cara, yaitu:

Ø  Intervieu bebas, di mana responden mempunyai kebebasan umtuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.

Ø  Intervieu terpimpin, yaitu intervieu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.

5)      Pengamatan. Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 3 macam observasi:

Ø  Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.

Ø  Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis, dan sudah diatur menurut kategorinya.

Ø  Observasi eksperimental

Ø  Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok

6)      Riwayat hidup. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya

b.      Teknik Tes

Dibawah ini ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian tes.

  1. Dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”, Drs. Amin Daien Indrakusuma mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
  2. Dalam bukunya “ Teknik-teknik Evaluasi”, Mucthar Bukhori mengatakan tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.
  3.  Dalam buku “Encyclopedia of Educational Evaluation”, diterangkan “Test is comprehensive assessment of an individual or to an entire program evaluation effort” (tes adalah penilaian yang kompherensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasi program.

Dari beberapa kutipan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya tiga macam tes, yaitu: 

  1. Tes diagnostic. Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.
  1. Tes Formatif. Dari kata “form” yang merupakan dasar dari istilah “formatif” maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini tes formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baik bagi siswa, guru, maupun bagi program itu sendiri. Manfaat bagi siswa:

Ø  Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh.

Ø  Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa.

Ø  Usaha perbaikan.

Ø  Sebagai diagnose.

Ø  Manfaat bagi guru

Ø  Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa

Ø  Mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa.

Ø  Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

Manfaat bagi program. Setelah diadakan test formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui :

ü  Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak.

ü  Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan.

ü  Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai.

ü  Apakah metode, pendekatan dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.

  1. Tes Sumatif

Evaluasi sumatif atau tes sumatif merupakan tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar.

Manfaat tes sumatif, ialah:

v  Untuk menentukan nilai.

v  Untuk menentukan seorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya.

v  Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi orang tua siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan disekolah, serta pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja

3. Perbandingan antara Tes Diagnostik, Formatif, dan Sumatif

            Dalam membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu :

a.    Ditinjau dari fungsinya

1)   Tes diagnostik

·           Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.

·           Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari.

·           Memisah-misahkan (mengelompokkan) siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran yang akan dipelajari.

·           Menetukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi atau memberikan bimbingan.

2)     Tes formatif

Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program.

3)      Tes sumatif

Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti suatu program, serta menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok.

b.    Ditinjau dari waktu

1)        Tes diagnostik

o  Pada waktu penyaringan calon siswa

o  Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran.

o  Selama pelajaran berlangsung bila guru akan memberikan bantuan siswa.

2)        Tes formatif

     Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaik-baiknya.

3)        Tes sumatif. Pada akhir unit caturwulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan.

c.    Ditinjau dari titik berat penilaian

1)      Tes diagnostik

Ø  Tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor.

Ø  Faktor-faktor fisik, psikologis, dan lingkungan.

2)      Tes formatif. Menekankan pada tingkah laku kognitif.

3)      Tes sumatif. Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif, tetapi ada kalanya pada tingkah laku psikomotor dan kadang-kadang pada afektif.

d.    Ditinjau dari alat evaluasi

1)      Tes diagnostik

Ø  Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan.

Ø  Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan.

Ø  Tes buatan guru.

Ø  Pengamatan dan daftar cocok.

2)      Tes formatif

Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik.

3)      Tes sumatif

Tes ujian akhir.

e.    Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi

1)   Tes diagnostik

Ø  Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat.

Ø  Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang.

Ø  Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental, dan perasaan.

2)   Tes formatif

Mengukur semua tujuan instruksional khusus.

3)   Tes sumatif

Mengukur tujuan instruksional umum.

f. Ditinjau dari tingkat kesulitan tes

1)      Tes diagnostik

Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang mudah.

2)      Tes formatif

Belum dapat ditentukan

3)      Tes sumatif

Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indek kesukaran) antara 0,35-0,70.

g.    Ditinjau dari scoring (cara menyekor)

1)      Tes diagnostik

Menggunakan standar mutlak dan standar relatif

2)      Tes formatif

Menggunakan standar mutlak

3)      Tes sumatif

Kebanyakan menggunakan standar relatif, tetapi dapat pula dipakai standar mutlak

h.    Ditinjau dari tingkat pencapaian

                        Yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai siswa dalam setiap tes.

1)      Tes diagnostik

Untuk tes diagnostik yang sifatnya memonitor kemajuan, tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya.

2)      Tes formatif

Ditinjau dari tujuan, tes formatif digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan insruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus.

3)      Tes sumatif

Sesuai dengan fungsi tes sumatif yaitu memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai.

i.      Ditinjau dari cara pencatatan hasil

1)   Tes diagnostik

Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil

2)   Tes formatif

Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai suatu tugas.

3)   Tes sumatif

Keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.

 Bab 4 MASALAH TES

1.      Pengertian

Istilah tes berasal dari bahasa Prancis Kuno yaitu  “testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia. Dalam bahasa Indonesia tes diterjemahkan sebagai ujian atau percobaan.

Menurut Arikunto (2010: 53), tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.

2.      Ciri-Ciri Tes yang Baik

Suharsismi Arikunto (2008: 57-62) menyatakan bahwa suatu tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi lima syarat yaitu:

a)      Validitas merupakan ketepatan,  tes yang sebagai alat ukur dikatakan valid jika tes itu tepat pada hasil belajar dan akan menghasilkan yang valid pula.

b)      Reliabilitas, jika memberikan hasil yang tetap dari suatu tes, tidak terpengaruh oleh apapun.

c)      Objektifitas berarti tidak ada unsur pribadi yang mempengaruhinya, tidak ada unsur subjektifitas yang mempengaruhi tes tersebut.

d)      Praktikabilitas, tes ini merupakan tes yang praktis, mudah dan tidak mengecoh. Mudah pelaksanaannya, mudah diperiksa, dan dilengkapi dengan petunjuk sehingga dapat diberikan kepada orang lain.

e)      Ekonomis, bahwa pelaksanaan tes tidak membutuh biaya yang mahal dan tidak membuang waktu.

Bab 5 VALIDITAS

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Suharsimi Arikunto 2006).

1.      Macam -Macam Validitas

Menurut Suharsimi ada dua jenis validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris. Sementara validitas itu terbagi menjadi beberapa4 yaitu validitas isi, validitas konstrak, validitas “ada sekarang” dan validitas predictive.

a.       Validitas isi (content validity)

Yaitu pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Validitas isi merupakan validitas yang diperhitungkan melalui pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauh mana item-item dalam suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.

Pengertian “mencakup keseluruhan kawasan isi” tidak saja menunjukkan bahwa alat ukur tersebut harus komprehensif isinya akan tetapi harus pula memuat hanya isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur.

Walaupun isi atau kandungannya komprehensif tetapi bila suatu alat ukur mengikutsertakan pula item-item yang tidak relevan dan berkaitan dengan hal-hal di luar tujuan ukurnya, maka validitas alat ukur tersebut tidak dapat dikatakan memenuhi ciri validitas yang sesungguhnya.Apakah validitas isi sebagaimana dimaksudkan itu telah dicapai oleh alat ukur, sebanyak tergantung pada penilaian subjektif individu. Dikarenakan estimasi validitas ini tidak melibatkan komputerisasi statistik, melainkan hanya dengan analisis rasional maka tidak diharapkan bahwa setiap orang akan sependapat dan sepaham dengan sejauhmana validitas isi suatu alat ukur telah tercapai.

Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan cara merinci materi kurikulum atau meteri buku pelajaran. Yaitu sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang harus diuji.

b.      Validitas Konstruksi (Contruct validity)

Secara etimologis, kata kontruksi mengandung arti susunan, kerangka atau rekaan. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila butir- butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus.

Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas.

Dengan kata lain jika butir- butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berfikir yang menjadi tujuan instruksional.

Sebagai contoh jika rumusan Tujuan Instruksional Khusus (TIK), “Siswa dapat mengenal tata cara memandikan mayat”, maka butir soal pada tes merupakan perintah bagaimana cara memandikan mayat dengan baik.

c.       Pengujian Validitas Tes secara Empiris

Istilah “Validitas empiris” memuat kata “empiris” yang artinya “pengalaman” sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Yang dimaksud dengan validitas empiris adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat empirik. Sedangkan menurut Ebel bahwa Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.

Jadi empirical validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran. Bertitik tolak dari itu maka tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas empirik apabila berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil pengamatan dilapangan, terbukti bahwa tes hasil belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut.

Untuk menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empirik ataukah belum dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu segi daya ketepatan meramal (prediktif validity), dan daya ketepatan bandingannya (concurren validity).

d.      Validitas Ramalan (Predictive Validity)

Setiap kali kita menyebutkan istilah “ramalan” maka didalamnya akan terkandung pengertian mengenai “sesuatu yang bakal terjadi masa yang akan datang “ atau sesuatu yang pada saat sekarang belum terjadi dan baru akan terjadi pada waktu-waktu yang akan datang. Apabila istilah ramalan dikaitkan dengan validitas tes maka yang dimaksut dengan validitas ramalan dari suatu tes adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa yang akan datang.

Menurut Suharsimi meprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi masa yang akan datang.

Jadi pada dasarnya tes yang dilakukan adalah dengan memberikan bentuk soal, item dan sarat yang diberikan harus memiliki tujuan akhir yang akan ditempuh sehingga proses atau hasil yang dicapai dapat diprediksi sebelumnya.

e.       Validitas Bandingan (concurrent validity)

Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan yang searah antara tes pertama dengan tes berikutnya.  Menurut Suharsimi dalam hal ini tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.

Validitas bandingan juga sering dikenal dengan istilah : validitas sama saat, validitas pengalaman atau validitas ada sekarang. Dikatakan sama saat sebab validitas tes itu ditentukan atas dasar data hasil tes yang pelaksanaannya dilakukan pada kurun waktu yang sama. Dikatakan validitas pengalaman sebab validitas tes tersebut ditentukan atas dasar pengalaman yang telah diperoleh. Adapun dikatakan sebagai validitas ada sekarang sebab setiap kali kita menyebut istilah pengalaman maka istilah itu akan selalu kita kaitkan dengan hal-hal yang telah ada atau hal-hal yang telah terjadi pada waktu yang lalu, sehingga data mengenai pengalaman masa yang lalu itu pada saat ini sudah ada di tanggan.

Jadi dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh masa yang lalu itu, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu, maka tes yang memiliki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.

Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum. Untuk itu diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulkangan sumatif yang lalu.

Cara mengetahui Validitas Alat Ukur

 3.      Validitas Butir Soalatau Validitas Item

4.      Tes Terstandar Sebagai Kriterium dalam Menentukan Validitas

5.      Validitas Faktor

Bab 6 REALIBILITAS

1.      Arti Reabilitas Bagi Sebuah Tes

2.      Cara-Cara Mencari Besarnya Realibilitas.

Sekali lagi reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama. Untuk mengetahui ketetapan ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil.

Kriterium yang digunakan untuk mengetahui ketetapan ada yang berada diluar tes (consistency external) dan pada tes itu sendiri (consistency internal).

a.       Metode bentuk Paralel (equivalen)

Tes parallel atau tes ekuivalen adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan, tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dalam istilah bahasa inggris disebut alternate-forms method (parallel forms).

Dengan metode bentuk parallel ini, dua uah tes yang paralel, misalnya Matematika Seri A yang akan dicari reliailitasnya dan Seri B di teskan pada sekelompok siswa yang sama, kemudian hasilnya dikorelasikan. Koefisien korelasi dari kedua hasil tes inilah yang menunjukan koefisien reliabilitas tes Seri A. jika oefisiennya tinggi maka tes tersebut sudah reliable dan dapat digunakan sebagai alat pengetes yang terandalkan.

Dalam menggunakan metode paralel ini pengetes harus menyiapkan dua buah tes, dan masing-masing dicobakan pada kelompok siswa yang sama. Oleh karena itu, ada orang yang menyebutkan sebagai double tes-daubel-trial method.

b.      Metode tes ulang (test-retest method)

Metode tes ulang dilakukan orang untuk menghindari penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya hanya satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini dapat disebut dengan single-test-double-trial method. Kemudian hasil dari kedua tes tersebut dihitung korelasinya.

Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara ini kurang mengena karena tercoba akan masih ingat akan butir-butir soalnya. Oleh karena tenggang waktu akan pemberian tes pertama dengan kedua menjadi permasalahan tersendiri. jika tenggang waktu terlalu sempit, siswa masih banyak ingat materi. Sebaliknya kalau tenggang waktu terlalu lama, maka faktor-faktor atau kondisi tes sudah akan berbeda, dan siswa senddiri barangkali sudah mempelajari sesuatu. Tentu saja faktor-faktor ini akan berpengaruh pula terhadap reliabilitas.

c.       Metode belah dua atau split-half method

Kelemahan penggunaan metode dua tes dua kali percobaan dan satu tes dua kali percobaandiatasi dengan metode ketiga ini yaitu metode belah dua. Dalam menggunakan metode ini pengetes hanya menggunakan sebuah tes yang dicobakan satu kali. Oleh karena itu, disebut juga single-test-single-trial method.

Berbeda dengan metode pertama dan kedua yang setelah diketemukan koefisien korelasi langsung ditafsirkan itulah koefisien reliabilitas, maka dengan metode ketiga ini tidak dapat demikian. Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan, baru diketahui reliabilitas separo tes. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-rown .

Bab 7 TAKSONOMI

1.      Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan

2.      Taksonomi Bloom

Menurut taksonomi Bloom ini tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan),  dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkhinya. Domain-domain tersebut antara lain:

a)         Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Dalam ranah ini hirarkinya adalah pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

b)         Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Dalam ranah ini hirarkinya adalah pandangan atau pendapat (opinion) dan sikap atau nilai (attitude, value)

c)         Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Ranah ini tersusun atas keterampilan (skill) dan kemampuan ( abilities)

Taksonomi lain-lainnya:

a.       Mc Guire dan Klickmann (1963) telah menyusun taksonomi untuk bidang biologi, Wood (1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk IPA.

b.      Guilford telah menciptakan pola yang menggambarkan struktur intelek dalam bentuk kubus

 

 

 

c.       Gagne dan Merrill menyebutkan ada 8 hierarki tingkah laku, antara lain:

ü  Signal learning

ü  Stimulus-response learning

ü  Chaining

ü  Verbal associating

ü  Discrimination learning

ü  Concept learning

ü  Rule learning

ü  Problem solving.

d.      Garlach dan Sullivan mencoba mengganti gambaran tentang proses dalam rumusan yang umum menjadi tingkah laku siswa yang dapat diamati. Kategori yang diajukan adalah:

ü  Identify

ü  Name

ü  Describe

ü  Construct

ü  Order

ü  Demonstrate.

e.       De Block mengemukakan model yang didasarkan pada tujuan-tujuan mengajar. Dia mejukan 3 arah dalam kegiatan mengajar:

ü  From partial to more integral learning

ü  From limited to fundamental learning

ü  From special to eneral learning.

Bab 8 TUJUAN INTRUKSIONAL

1.      Bermacam-Macam Tujuan Pendidikan.

Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pengembangan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencitai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan termaktub dalam UUD 1945.

Dengan adanya pendidikan, maka akan timbul dalam diri seseorang untuk berlomba-lomba dan memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Pendidikan merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemrintah ini, maka usahakan pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat Universitas.

2.      Tujuan Instruksional(Intructional Objectives)

Suharsimi Arikunto menyatakan dalam tujuan instruksional umum menggunakan kata kerja yang masih umum dan tidak dapat diukur, maka dibutuhkan tujuan instruksional khusus. Jadi ada 2 macam tujuan instruksional:

ü  tujuan instruksional umum ( TIU)

ü  tujuan instruksional khusus (TIK)

Adapun manfaat tujuan instruksional adalah:

a.       Pendidik mempunyai arah untuk memilih bahan pelajaran dan memilih prosedur (metode) mangajar, 

b.      Peserta didik mengetahui arah belajarnya, 

c.       Setiap pendidik mengetahui batas-batas tugas dan wewenang mengajarkan suatu bahan sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) atau saling menutup (overlap) antar pendidik, 

d.      Pendidik mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar peserta didik, 

e.       Pendidik sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksanaan (decision maker) mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efiensi pengajaran.

 

3.      Merumuskan Tujuan Intruksional.

Bagaimana cara merumuskan tujuan pembelajaran atau indikator hasil belajar itu?ada empat komponen pokok yang harus nampak dalam rumusan indikator hasil belajar seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut:

a)      Siapa yang belajar atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu?

b)      Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana yang diharapkan dapat dicapai itu?.

c)      Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?

d)      Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh.

4.      Langkah-LangkahyangDilakukan dalam Merumuskan Tujuan Intruksioanal Khusus.

a.       Membuat sejumlah TIU (Tujuan Instruksional Umum) untuk setiap mata pelajaran/bidang studi yang akan diajarkan dalam kurikulum 1975 maupun 1984, TIU sudah ada tercantum dalam buku garis-garis besar program pengajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya masih umum dan tidak dapat di ukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi di dalam diri manusia.

b.      Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusannya jelas, khusus, dapat dimengerti, terukur, dan menunjukkan perubahan tingkah laku.

Contoh-contoh rumusan untuk TIU:

Ø  Memahami teori evaluasi.

Ø  Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai.

Ø  Mengerti cara mencari validita.

Ø  Menghayati perlunya penilaian yang tepat.

Ø  Menyadari pentingnya mengikuti kuliah dengan teratur.

Ø  Menghargai kejujuran mahasiswa dalam mengerjakan tes.

5.      Tingkah Laku Akhir

Tingkah laku akhir adalah tingkah laku yang diharapkan setelah peserta didik mengalami proses belajar. Di sini tingkah laku ini harus menampakkan diri dalam suatu perbuatan yang dapat diamati dan diukur (observable and measurable).

Contoh:

ü  Menuliskan kalimat perintah,

ü  Mengalikan pecahan persepuluh,

ü  Menggambarkan kurva normal,

ü  Menyebutkan batas-batas Daerah Istimewa Yogyakarta,

ü  Menceritakan kembali uraian guru,

Dan lain-lain yang berwujud kata kerja perbuatan/operasional (Action Verb) yang dapat diamati dan diukur.

6.      Kata-Kata operasioanal

a.      Kognitif

ü  Pengetahuan (knowledge). Kata-kata instruksional yang sering digunakan: Mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (state), mereproduksi.

ü  Pemahaman (comprehension). Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mempertahankan, membedakan, menduga (estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan, contoh, menuliskan kembali, menggunakan.

ü  Aplikasi. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasi, memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, menggunakan.

ü  Analisis. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: memerinci, menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasi, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, membagi (subdivides).

ü  Sintesis. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengategorikan, mengombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat desain, menjelaskan, memodifikasikan, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali, merekronstuksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, menceritakan.

ü  Evaluasi. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu (supports).

b.      Afektif

ü  Reesiving. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: menanyakan, memilih, mendeskripsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasikan, menyebutkan, menunjukkan, memilih, menjawab.

ü  Responding. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: menjawab, membantu, mendiskusikan, menghormat, berbuat, melakukan, membaca, memberikan, menghafal, melaporkan, memilih, menceritakan, menulis.

ü  Valuing. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, mengundang, menggabung, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian (share), mempelajari.

ü  Organization. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, melengkapi, mempertahankan, menerangkan, menggeneralisasikan, mengidentifikasikan, mengintregasikan, memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan, mensistesiskan.

ü  Characterization by value or value complex. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: membedakan, menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasikan, mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan, menggunakan.

c.       Psikomotorik

ü  Musclar or motor skills. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), melompat, menggerakkan, menampilkan.

ü  Manipulation of materials or objects. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.

ü  Neuromusclar coordination. Kata-kata instruksional yang sering digunakan: mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng,  memotong, menarik, memasang, menarik, menggunakan.

Kata-kata yang telah disajikan di atas merupakan kata-kata kerja yang dipakai dalam merumuskan tujuan instruksional khusus bagi peserta didik  yang belajar, sehingga rumusan seutuhnya menjadi pernyataan-pernyataan, sebagai berikut:

1)      Peserta didik dapat menghafal ibu kota negara bagian Jerman.

2)      Peserta didik dapat menunjukkan letak ibu kota negara bagian Jerman.

3)      Peserta didik dapat membuat kalimat dalam Bahasa Jerman.

7.      Kondisi Demonstrasi

Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau situasi yang dikenakan kepadapeserta didik pada saat pendidik mendemonstrasikan tingkah laku akhir.

Standar keberhasilan adalah kelompok TIK yang menunjukkan seberapa jauh tingkat keberhasilan yang di tuntut oleh penilai bagi tingkah laku pelajar pada situasi akhir.

Tingkat keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun prsentase, misalnya:

a)      Dengan 75% betul.

b)      Sekurang-kurangnya 5 dari 10.

c)      Tanpa kesalahan.

Dalam pedoman pelaksanaan kurikulum di jelaskan bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar pendidik di haruskan memperhatikan pula keterampilan tentang prosesnya. Pendekatan ini di sebut dengan istilah pendekatan keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan di maksud meliputi keterampilan dalam hal:

a)      Mengamati.

b)      Menginterprestasikan (menafsirkan) hasil pengamatan.

c)      Merabalkan.

d)      Menerapkan konsep.

e)      Merencanakan penelitian.

f)       Melaksanakan penelitian.

g)      Mengkomunikasikan hasil penemuan.

Sesuai dengan tuntutan tersebut maka pendidik dalam merumuskan tujuan instruksional khusus harus mengandung apa yang dilakukan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar.

Tujuan instruksional umum yang termuat sudah dirumuskan dalam satu rumusan yang menjelaskan:

a)        Materi yang dipelajari.

b)        Perilaku mengutarakan hasil.

c)        Proses pencapaiannya.

Bab 9 TES STANDAR DAN TES BUATAN GURU

1.      Pengertian Tes Standar

Tes adalah salah satu bentuk instrumen evaluasi untuk mengukur seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai pokok-pokok materi yang sudah diajarkan. Tes ada yang dibuat oleh seorang guru yang kemudian disebut tes buatan guru dan ada tes yang sudah memenuhi standar suatu satuan pendidikan maupun lembaga pendidikan yang kemudian disebut tes terstandar.

Dalam menilai, baik tes terstandar maupun tes buatan guru ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan validitas dan reliabilitas.

Tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi dua macam, yaitu :

a.        Aptitude test

b.        Achievement tes

Perbedaan antara dua tes ini sebenearnya tidak tegas, soal – soal mengenai kedua tes tersebut sering kali saling melingkupi ( overlap ). Untuk kedua macam tes ini biasanya menggunakan hitung – hitungan dan perbendaharaan kata – kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji tentang keterampilan membaca. Kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk meramalkan hasil untuk yang masa akan dating, walaupun pada umumnya jika kita menggunakan tes prestasi penilai melihat apa yang telah diperoleh setelah siswa ( tercoba ) itu diberi suatu pelajaran.

2.      Tes Prestasi Standar

Di antara tes prestasi yang digunakan di sekolah ada yang dinamakan tes prestasi standar. Dalam salah satu  kamus, arti kata ”standar” adalah:

A degree of level of requirement, excellence, or attainment”

Standar untuk siswa dapat dimaksudkan sebagai suatu tingkat kemampuan yang harus dimiliki bagi suatu program tertentu. Mungkin standar bagi suatu kursus A berbeda dengan B. Jadi standar ini dapat dibuat “keras” maupun “lunak” tergantung dari yang mempunyai  kebijaksanaan.

Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan tes prestasi biasa.

Prosedur yang digunakan untuk menyusun tes standar untuk tes prestasi melalui cara langsung yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas analisis job (jabatan) atau analisis tugas yang merupakan tuntutan calon pekerjaannya. Disamping itu juga mempertimbangkan sifat-sifat yang ada pada manusia. Analisis jabatan analisis tugas yang dilakukan biasanya tidak tidak didasarkan atas satu kurikulum, tetapi diambil dari masyarakat.

Istilah “standar” dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan menggunakan petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian maka seolah-olah ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh suatu standar penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dapat dibandingkan dengan penampilan kelompok standar tersebut.

Istilah “standar” tidak mengandung arti bahwa tes tersebut mengukur apa yang harus dan dapat diajarkan pada suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menyiapkan suatu standar prestasi dimana siswa harus dan dapat mencapai suatu tingkat tertentu. Sekali lagi, tes standar dipolakan untuk penampilan prestasi sekarang (yang ada) yang dilaksanakan secara seragam, diusahakan dalam kondisi yang seragam, baik itu diberikan kepada siswa dalam pelaksanaan perseorangan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok.

3.      Perbandingan Antara Tes Standar dengan Tes Buatan Guru

Tes standar disusun dalam tipe-tipe soal yang sama yang meliputi bahan atau pengetahuan yang sama banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru. Lalu apakah perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru, atau apakah keburukan dan keuntungan tes standar?

Pertama, marilah kita tinjau perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru. Perbedaannya adalah sebagai berikut:

Tes Standar

Tes Buatan Guru

a. Didasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah di seluruh Negara.

Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap keterampilan atau topik.

c. Disusun dengan kelengkapan staf profesor, pembahas, dan editor butir tes.

d. Menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan (try out), dianalisis dan direvisi sebelum menjadi sebuah tes.

e. Mempunyai reliabilitas yang tinggi.

f. Dimungkinkan menggunakan norma untuk seluruh Negara.

a. Didasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.

b. Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.

c. Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga ahli.

d. Jarang menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan, dianalisis dan direvisi.

e. Mempunyai reliabilitas sedang atau rendah.

f. Norma kelompok terbatas kelas tertentu.

 

Kedua, untuk menyusun tes standar, diutuhkan waktu yang lama. Seperti disebutkan ahwa untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur:

§  Penyusunan;

§  Uji coba;

§  Analisa;

§  Revisi;

§  Edit.

Kelima kegiatan ini membutuhkan waktu lama.

4.      Kegunaan Tes Standar

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes standar adalah:

§  Jika ingin membuat perbandingan,

§  Jika banyak orang yang akan memasuki suatu sekolah tetapi tidak tersedia data tentang calon ini.

Secara garis besar kegunaan tes standar adalah:

Ø  Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau kelompok.

Ø  Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai bidang studi untuk individu atau kelompok.

Ø  Membandingkan prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas.

Ø  Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.

5.      Kegunaaan Tes Buatan

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa kegunaan tes buatan guru adalah:

vUntuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu.

vUntuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah tercapai.

vUntuk memperoleh suatu nilai.

Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru dianjurkan dipakai jika hasilnya akan digunakan untuk:

·         Mengadakan diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa.

·         Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok.

·         Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan.

·         Memilih siswa untuk program-program khusus.

6.      Kelengkapan Tes Standar

Sebuah tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan interpretasi.Secara garis besar manual tes standar ini memuat:

a.      Ciri-ciri mengenai tes, misalnya menyebutkan tingkat validitas, tingkat reliabilitas dan sebagainya.

b.      Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes. Misalnya yang disebutkan untuk siapa tes tersebut diberikan dan untuk tujuan apa.

c.       Proses standardisasi tes. Misalnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sampel.

o   Besarnya sampel,

o   Teknik sampling,

o   Kelompok mana yang diambil sebagai sampel (sifat sampel).

Juga mengenai taraf kepercayaan yang diambil dan bagaimana kaitannya dengan hasil tes.

d.       Petunjuk-petunjuk tentang cara melaksanakan tes

Misalnya: dilaksanakan dengan lisan atau tertulis, waktu yang digunakan untuk mengerjakan setiap bagian, boleh tidaknya tercoba keluar jika sudah selesai mengerjakan soal itu dan sebagainya.

e.       Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor

Misalnya: untuk beberapa skor tiap-tiap soal/unit, menggunakan sistem hukuman atau tidak, bagaimana cara menghitung nilai akhir dan sebagainya.

f.        Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan hasil

Misalnya:

o   Betul nomor sekian sampai sekian cocok untuk jabatan kepala seksi,

o   Betul nomor sekian saja, cocok untuk jabatan guru dan sebagainya.

g.      Saran-saran lain

Misalnya: siapa harus menjadi pengawas, bagaimana seandainya tidak ada calon yang mencapai skor tertentu dan sebagainya

 

Bab 10 PENYUSUSNAN TES

1.      Fungsi Tes

Fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal :

a.       fungsi untuk kelas

b.      fungsi untuk bimbingan.

c.       fungsi untuk administrasi

 

a.       Fungsi untuk Kelas, tes dapat berfungsi untuk :

1)      mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa

2)      mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian

3)      menaikkan tingkat prestasi

4)      mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok

5)      merencanakan kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa secara perseorangan.

6)      menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus

7)      menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.

b.      Fungsi untuk Bimbingan, tes dapat berfungsi untuk :

1)      menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.

2)      membantu siswa dalam menentukan pilihan.

3)      membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.

4)      memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.

c.       Fungsi untuk Administrasi

1)      memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa.

2)      penempatan siswa baru

3)      membantu siswa memilih kelompok

4)      menilai kurikulum

5)      memperluas hubungan masyarakat

6)      menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.

2.      Langkah-Langkah dalam Penyusunan Tes

a.       Menentukan tujuan mengadakan tes

b.      Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.

c.       Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dari tiap bagian bahan.

d.      Menderetkan semua TIK  dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku dalam terkandung TIK itu, tabel digunakan untuk identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati.

e.       Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berfikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut.  (Uraian penjelasan tentang tabel spesifikasi i akan kami jelaskan di sub bab berikutnya)

f.        Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup

3.      Komponen-Komponen Tes

Komponen Test terdiri dari:

a.       Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang mesti dikerjakan oleh siswa

b.      Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilain bagi testee untuk mengerjakan tes, untuk bentuk pilihan ganda dibuat lembaran nomor dan huruf  A, B, C, D, E menurut banyaknya alternative yang disediakan

c.       Kunci  jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf atau kalimat. Untuk test bentuk uraian yang dituliskan adalah kata-kata kunci atau kalimat seingkat untuk memberikan ancar-ancar jawaban. Ide dari kunci jawaban ini adalah:

1)      Pemeriksaan tes dapat dilakukan oleh orang lain

2)      Pemeriksaannya betul,

3)      Dilakukan dengan mudah,

4)      Sedikit mungkin masuknya unsur subjektif

d.      Pedoman penilaian, pedoman penilaian atau pedoman skoring, berisi tentang pedoman perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah dikerjakan.Contoh pedoman penilaian:

Untuk penilaian dengan contoh soal diatas, tiap soal diberi skor 5.

Jumlah skor : 5×20= 100

Bab 11 TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR

1.      Bentuk-Bentuk Tes

a.      Tes subyektif. Secara umum soal subyektif adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Jumlah soal-soal bentuk subyektif biasanya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah soal dalam waktu kurang lebih 90-120 menit. Soal-soal bentuk ini menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki.

b.      Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995 : 165). Karena sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar (convergence).

Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar atau salah.

2.      Macam-Macam Tes Objektif

a.      Bentuk Tes Benar Salah (True-False Test). Tes benar salah adalah bentuk tes yang mengajukan beberapa pernyataan yang bernilai benar atau salah. Biasanya ada dua pilihan jawaban yaitu huruf B yang berarti pernyataan tersebut benar dan S yang berarti pernyataan tersebut salah. Tugas peserta tes adalah menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah.

Contoh salah satu tes bentuk uraian adalah :

B S : Ibukota Peru berjumlah lima buah.

B S : Manado adalah Ibukota propinsi Sulawesi Utara

Kelebihan Tes Benar Salah:

Ø  Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak

Ø  Mudah dalam penyusunannya

Ø  Petunjuk mengerjakannya mudah dimengerti

Ø  Dapat digunakan berkali-kali

Ø  Objektif

Ø  Praktis

Kelemahan Tes Benar Salah:

o   Mudah ditebak

o   Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah

o   Reliabilitasnya rendah.

o   Hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali

Petunjuk Penyusunan:

ü  Hindari kalimat negatif, yakni kalimat yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”.

ü  Pernyataan harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa yang memiliki pengertian samar-samar dapat terkecoh dalam menjawabnya.

ü  Dalam menyusun keseluruhan tes, diharapkan item yang mengandung “salah sedikit” cukup banyak.

Cara Melakukan Penskoran Tes Benar Salah

v  Dengan Denda. Skor = Jumlah jawaban benar – Jumlah jawaban Salah

v  Tanpa Denda. Skor = Jumlah jawaban yang benar

b.      Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test). Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan.

Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh (distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas menebaknya akan semakin kecil

c.       Menjodohkan (Matching Test). Menjodohkan terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu sisi jawaban, setiap pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya. Siswa ditugaskan untuk memasangkan atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai jawaban yang benar.

ü  Kelebihan:

o   Dipergunakan untuk menilai bermacam-macam hal, misalnya: problem dan penyelesaiannya, sebab akibat, istilah dan definisinya, dsb.

o   Relatif mudah disusun.

o   Jika disusun dengan baik, maka faktor menerka-nerka dapat dihilangkan.

o   Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan objektif.

ü  Kelemahan:

o    Sukar menyusun test jenis ini yang benar-benar baik.

o    Untuk menilai ingatan saja.

o    Pengarahan jawaban sering terjadi

o    Memakan banyak waktu dan tenaga untuk menyusunnya.

ü  Saran Penulisan:

v  Banyaknya jawaban di sebelah kanan lebih dari jawaban di sebelah kiri

v  Lebihnya jawaban hendaknya menunjukkan jawaban yang salah

v  Materinya setiap sisi baiknya mengenai satu pokok bahasan saja

v  Pisahkan menjadi dua kolom, kolom pertama memuat jawaban, nomor soal dan pertanyaan. Sedangkan kolom kedua memuat kode dan pilihan jawaban.

ü  Cara Memberikan Skor: Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda terhadap jawaban yang salah. Skor = Jumlah jawaban benar

d.      Tes Isian (Complementary Test). Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar. Contoh:

(1)   Yang merupakan nama asli dari Sultan Hamengkubuwono X adalah …..

(2)   Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran ……………….. beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran ……………, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.

ü  Cara Memberikan Skor:

Pada tes ini sulit dilakukan tebakan, sehingga tidak diperlukan denda terhadap jawaban yang salah. Maka rumus yang digunakan adalah :

Skor = Jumlah jawaban benar

3.      Pengukuran Ranah Afektif

Pengukuran ranah afktif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah, Menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai.Sedangkan tujuan penilaian afektif adalah :

a)      Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak didiknya.

b)      Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai antara lain diperlukan sebagai bahan bagi : perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan penentuan lulus tidaknya anak didik.

c)      Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.

d)      Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku anak didik.

Jenis-jenis skala sikap

a.      Skala Likert

Skala Likert di gunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan resepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social. Dalam penelitian, fenomena social ini telah di tetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya di sebut sebagai variable penelitian

b.      Skala pilihan ganda

Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternative pendapat.

c.       Skala Thurstone

Skala Thurstone merupakan skala sikap yang pertama dikembangkan dalam pengukuran sikap. Skala ini mempunyai tiga teknik penskalaan sikap, yaitu :

·         metode perbandingan pasangan

·         metode interval pemunculan sama, dan

·         metode interval berurutan.

Ketiga metode ini menggunakan bahan pertimbangan jalur dugaan yang menganggap kepositifan relatif pernyataan sikap terhadap suatu obyek.

d.      Skala Guttman

Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang tegas, yaitu ya atau  tidak,  benar atau salah, pernah atau tidak, positif atau negative  dan lain – lain. Data yang di peroleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala likert terdapat 3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”, maka pada dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju atau tidak setuju”. Penelitian menggunakan sakal Guttman di lakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang di tanyakan. Contoh :

1.      Apakah anda setuju dengan kebijakan perusahaan menaikkan harga jual?

a.       Setuju                b. Tidak  Setuju

e.       Semantic Deferensial.

Skala pengukuran yang berbentuk Semantic defferensial di kembangkan oleh Osgood. Skala ini juga di gunakan untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya” terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang di peroleh adalah daya interval, dan biasanya skala ini di gunakan untuk mengukur sikap/karakteristik tertentu yang di punyai oleh seseorang.

4.      Pengkuran Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerjaan otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk dalam klasifikasi gerak disini mulai dari gerak yang paling sederhana yaitu melipat kertas sampai dengan merakit suku cadang televisi serta komputer. Secara mendasar perlu dibedakan antara 2 hal yaitu keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities)

Kebanyakkan para guru tidak menuntut pencapaian 100 dari tujuan yang dirumuskan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai oleh siswa-siswanya akan sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan atau gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran yang mengenai bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotor ini. Menurutnya penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang mencerinkan kemampuan siswa.

Bab 12 TABEL SPESIFIKASI

1.      Fungsi Tabel Spesifikasi

Fungsi dari tabel spesifikasi ialah untuk menjaga agar tes yang kita susun tidak menyimpang dari bahan (materi) serta aspek kejiwaan (tingkah laku) yang akan dicakup dalam tes.

Contoh table spesifikasi:

Aspek yang diungkap

Pokok Materi

Ingatan

(I)

Pemahaman

(P)

Aplikasi

(A)

Jumlah

Bagian I

Bagian II

Bagian (terakhir)

…………

…………

…………

…………….

……………..

……………..

………….

………….

………….

………….

…………

…………

Jumlah

………..

…………….

…………..

…………

2.      Langkah-Langkah Pembuatan

a.      Untuk materi yang seragam

Yang dimaksud “seragam” disini adalah bahwa antara pokok materi yang satu dengan pokok materi yang lain mempunyai kesamaan dalam imbangan aspek tingkah laku. Misalnya 50% untuk ingatan, 30% untuk pemahaman, dan 20% untuk aplikasi. Selanjutnya banyaknya butir soal untuk setiap sel (kotak kecil) diperoleh dengan cara menghitung persentase dari banyaknya soal bagi tiap pokok materi yang sudah tertulis di kolom paling kanan.Contoh:

Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI

Aspek yang diungkap

Pokok Materi

Ingatan

(50 %)

Pemahaman

(30%)

Aplikasi

(20%)

Jumlah

Latar Belakang Berdirinya Umayyah (20%)

[A]

[B]

[C]

10

Kahalifah-Khalifah Besar Umayyah (30%)

[D]

[E]

[F]

15

Keberhasilan Umayyah (30%)

[G]

[H]

[I]

15

Keruntuhan Umayyah (20%)

[J]

[K]

[L]

10

Jumlah

50

 

Untuk mengisi/menentukan banyaknya butir soal untuk tiap sel adalah sebagai berikut:

Sel A = 50 % x 10 soal = 5 (5 soal)        

Sel B = 30%  x 10 soal = 3 (3 soal)

Sel C = 20%  x 10 soal = 2 (3 soal)

Untuk memgisi sel-sel yang lain, dilakukan dengan cara yang sama seperti hal nya mengisi sel A, B, dan C.

Disamping menggunakan cara seperti diatas, dalam menentukan jumlah butir soal untuk tiap-tiap pokok materi, ada lagi cara lain yang dapat diambil yaitu mulai dari pengisian sel-sel kemudian baru diperoleh jumlah soal tiap pokok materi.

b.       Untuk materi yang tidak seragam

Untuk membuat tabel spesifikasi pokok-pokok materi yang tidak seragam, tidak perlu mencantumkan angka persentase imbangan tingkah laku di kepala kolom. Pemberian imbangan dilakukan tiap pokok materi didasarkan atas banyaknya soal untuk pokok materi itu dan imbangan yang dikehendaki oleh penilaian menurut sifat pokok materi yang bersangkutan.Contoh:

Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI

Aspek yang diungkap

Pokok Materi

Ingatan

Pemahaman

Aplikasi

Jumlah

Bab I: Daulah Umayyah (30%)

[A]

[B]

[C]

15

Bab II: Daulah Abbasiyah (40%)

[D]

[E]

[F]

20

Bab III: Islam di Asia        (30%)

[G]

[H]

[I]

15

Jumlah (100%)

50

Dalam keadaan seperti dicontohkan misalnya: BAB I mayoritas hafalan, BAB II mayoritas pemahaman, BAB III mayoritas aplikasi. Maka imbangan aspek tingkah laku, tidak dituliskan pada kepala kolom. Penentuan angka yang menunjukkan banyaknya butir soal pada tiap sel, ditentukan per BAB. Misalnya: untuk Bab I, Ingatan 60%, pemahaman 20%, aplikasi 20%, maka:

Sel A = 60% x 15 soal = 9 soal

Sel B = 20% x 15 soal = 3 soal

Sel C = 20% x 15 soal = 3 soal

Untuk Bab II, ingatan 20%, pemahaman 50%, aplikasi 30%, maka:

Sel D = 20% x 20 soal = 4 soal

Sel E = 50% x 20 soal = 10 soal

Sel F = 30% x 20 soal = 6 soal

Untuk Bab III, ingatan 20%, pemahaman 20%, aplikasi 60%, maka:

Sel G = 20% x 15 soal = 3 soal

Sel H = 20% x 15 soal = 3 soal

Sel I  = 60% x 15 soal = 9 soal

4)       Tidak Lanjut Sesudah Penyususnan Tabel Spesifikasi

Terdapat dua langkah lagi sebagai tindak lanjut sesudah penyususnan tabel spesifikasi untuk memperoleh seperangkat soal tes yaitu:

a.       Menentukan bentuk soal. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan bentuk soal yaitu waktu yang tersedia dan sifat materi yang diteskan.

b.      Menuliskan soal-soal. Langkah terakhir dalam penyusunan tes adalah penulisan soal-soal tes (item writing). Langkah ini merupakan langkah penting karena kegagalan dalam hal ini dapat berakibat fatal. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan soal-soal tes yaitu:

(1)   Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami.

(2)   Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/membingungkan.

(3)   Cara mengenal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.

(4)   Petunjuk mengerjakan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa sehingga jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dri yang dikehendaki guru.

Untuk memperoleh sebuah tes yang standar, harus dilakukan uji coba (try out) berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik. Dengan mengadakan uji coba terhadap soal-soal tes yang sudah disusun, maka akan memperoleh manfaat yaitu: pengalaman menggunakan tes tersebut, mengetahui kesukaran bahasa, mengetahui variasi jawaban siswa, mengetahui waktu yang dibutuhkan, dan lain-lain.

Bab 13 MENGANALISISS HASIL TES

1.      Menilai Tes yang Dibuat Sendiri

Guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa.

Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu:

a.       Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:

(1)   Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang ?

(2)   Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan ?

(3)   Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan (dapat disalah tafsirkan)?

(4)   Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti ?

(5)   Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa ?

b.      Mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur Yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. Faedah mengadakan analisis soal:

(1)   Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek.

(2)   Memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut.

(3)   Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun.

c.       Mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan Guru adalah validitas kurikuler.

d.      Mengadakan checking reliabilita. Salah satu indikator untuk tes yang
Mempunyai realibilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi.

2.      Analisis Butir Soal(Item Analysis)

Analisis butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan terhadap empirik.Maksudnya, analisis itu baru dapat dilakukan apabila suatu tes telah dilaksanakan dan hasil jawaban terhadap butir-butir soal telah kita peroleh.

Untuk mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek sangat berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal.

a)      Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.

Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus mencari P adalah :

P = B

JS

Dimana :

P= indeks kesukaran

B            = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS           = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut :

Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal – soal yang di anggap baik yaitu soal – soal sedang, tetapi bukan berarti soal – soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak bisa digunakan, hal ini tergantung dari penggunaannya.

b)      Daya Pembeda.

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, indeks diskriminasi ini sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif.

Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan benar, soal tersebut tidak baik karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa pandai saja.

Jika seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali.

Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah :

D = BA/JA – BB/JB = PA – PB

Dimana :

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas

JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar.

PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai indeks kesukaran).

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

c)      Pola Jawaban Soal

Pola jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun.

Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.

Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :

a. Taraf kesukaran soal

b. Daya pembeda soal

c. Baik dan tidaknya distraktor

Kekurangan suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya.

Bab 14 MENSKOR DAN MENILAI

1.       Menskor

Sementara orang berpendapat bahwa bagian yang paling penting dari pekerjaan pengukuran dengan tes adalah penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah disusun sebaik-baiknya maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari maksudnya. Tentu saja anggapan itu tidak benar sama sekali. Penyusunan tes baru merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan mengetes.

Di samping penyusunan dan pelaksanaan tes itu sendiri, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan kebijaksanan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain menskor adalah memberi angka.

Dalam hal pekerjaan menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu:

a.       Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.

b.      Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring.

c.       Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian.

Keterangan dan pengunaannya dalam berbagai bentuk tes.

(1)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah.

Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci scoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan scoring.

Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta melingkari huruf B atau S maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari (atau dapat juga diberi tanda X).

Ada baiknya jika kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya agar:

üdapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S.

üdapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S.

Bentuk betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak diketahui pola jawabannya. Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu:

ü  Tanpa hukuman atau tanpa denda.

ü  Dengan hukuman atau dengan denda.

(2)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)

Dengan tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (x) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.

(3)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (sort answer test)

Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif.

Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuain dengan nomornya.

Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya setiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angka-angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.

(4)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)

Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawabannya dijadikan satu, demikian pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipililh dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan lagi bagi pertanyaan lain.

Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat di depan alternative jawaban.

Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).

(5)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test)

Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam pekerjaan mengkoreksi tes itu.

Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, berada dari siswa satu ke siswa lain. Untuk menetukan standar terlebih dahulu, tentulah sukar. Berikut adalah saran langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita mengoreksi dan member angka tes bentuk uraian:

a)      Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan.

b)      Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu  seterusnya sampai kepada jawaban yang paling minim jika jawabannya meleset sama sekali. Dalam menentukan angka pada hal yang terakhir ini umumnya kita perlu berpikir bahwa tidak ada unsur tebakan. Dengan demikian maka ada dua pendapat, satu pendapat menentukan angka 1 atau 2 bagi jawaban yang salah, tetapi pendapat lain menentukan 0 untuk jawaban itu. Tentu saja bagi jawaban yang kosong (tidak ada jawaban sama sekali), jelas kita berikan angka 0.

c)      Memberikan angka bagi soal pertama.

d)      Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua.

e)      Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka.

f)       Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.

Setelah mempelajari langkah-langkah tersebut kita tahu bahwa dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang duberikan oleh siswa, kita menjadi tahu bahwa mungkin tidah ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu nomor soal.

Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relative. Misalnya untuk satu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan untuk menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka sedikit, yaitu misalnya 3,4; 2; 1,5.

(6)   Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas

Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan poko-pokok yang harus termuat di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut criteria tentang isi tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:

a)      Ketepatan waktu penyerahan tugas.

b)      Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan mahasiswa dalam mengenakan tugas.

c)      Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran.

d)      Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.

e)      Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh dosen.

2.      Perbedaan Antara Skor dan Nilai

Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru sendiri yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.Skor : adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.Nilai : adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal atau acuan standar.Secara rinci skor dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score), skor sebenarnya (true score), dan skor kesalahan (error score).

Score yang diperoleh adalah sejumlah biji yang dimiliki oleh testee sebagai hasil mengerjakan tes. Kelemaham-kelemahan butir tes, situasi yang tidak mendukung, kecemasan dan lain-lain factor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh ini. Apabila factor yang berpengaruh ini muncul, baik sebagian atauppun menyeluruh, penilai tidak dapat mengira-ngira seberapa cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu mencerminkan pengetahuan dan keterampilan siswa yang sesungguhnya.

Skor sebenarnya (true score) sering kali juga disebut dengan istilah skor univers = skor alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap.

Perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor yang sebenarnya, disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut:

Skor yang diperoleh = skor sebenarnya = skor kesalahan

 3.      Norm ReferenceddanCriterion Referenced

Dalam penggunaan Norm – Referenced, prestasi belajar seorang siswa dibandingkan dengan siswalain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa disetiap populasi yang heterogen tentu terdapat kelomouk baik, kelompok sedang, dan kelompok kurang.

Apabila standar mutlak dan standar relatif ini dihubungkan dengan pengubahab skor menjadi nilai, maka akan terlihat demikian.

a.      Dengan standar mutlak

(1)   Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan.

(2)   Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah). Contoh :

ü  dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 (mencapai 60 % tujuan)

ü  dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80 % tujuan)

ü  dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50 % tujuan)

maka nilai siswa tersebut : 60 + 80 + 50 = 63,3. Dibulatkan 63.

b.      Dengan standar relatif

(1)   pemberian skor terhadap siswa juga didasakan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan

(2)   nilai diperoleh dengan 2 cara :

Ø  mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya

Ø  menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai

Bab 15 MENGOLAH NILAI

1.      Beberapa Skala Penilaian

a.       Skala Bebas

Skala bebas yaitu skala yang tidak tetap, ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi, angka tertinggi dari skala yang di gunakan tidak selalu sama.

b.      Skala 1-10

Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut di bulatkan menjadi 6. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar.

c.       Skala 1-100

Penilaian dengan menggunakan skala 1-100, di mungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dalam skala 1-10 yang biasanya di bulatkan menjadi 6, dalam skala 1-100 ini boleh di tuliskan dengan 55.

d.      Skala huruf

Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat di lakukan dengan huruf A,B,C,D,dan E. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat di gunakan sebagai symbol untuk menggambarkan kualitas.

2.      Distribusi Nilai

a.      Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak

Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan. Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (mentah). Apabila soal-soal ulangan yang dibuat oleh guru sangat mudah, sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan soal-soal itu, dan tingkat pencapaiannya tinggi.sebagian besar siswa akan memiliki nilai sekitar 8, 9 atau 10 apabila telah diubah ke skala 10, sebaliknya apabila soal-soal tes yang disusun oleh guru termasuk soal sukar, maka pencapaian siswa akan sebaliknya pula. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai 3, 4 bahkan mungkin 2 atau  1. Hanya beberapa orang siswa  yang istimewa saja yang memiliki nilai 6, dan mungkin tidak ada yanig memiliki nilai 7 ke atas. Namun demikian dengan standar mutlak ini mungkin pula diperoleh gambar kurva normal jika soal-soal tes disusun oleh guru dengan tepat seperti gambaran kecakapan siswa-siswanya.

b.      Distribusi nilai berdasarkan standar relative

Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan.Nilai diperoleh dengan 2 cara:

§  Mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya.

§  Menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai.

Telah diterangkan, bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm refrenced, kedudukan seseorang sealu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva juring positif atau juring negative, tetapai dalam norm refrenced selalu tergambar dalam kurva normal. Hal ini didasarkan atas asumsi bahw apabila distribusi skor tergambar dalam kurva juring positif, yang kurang sempurna adalah soal-soal tesnya, yaitu terlalu sukar. Dengan demikian, nilai siswa lalu direntangkan sedemikian rupa sehingga tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah, dengan sebagian terbesar terletak pada nilai sedang. Demikian pula sebaliknya apabila skor siswa tergambar dalam kurva juring negative. Dalam ubahan menjadi nilai, disebar sedemikian rupa sehingga kurva normal, dengan nilai sedang adalah nilai yang paling banyak.

3.      Standar Nilai

a.       Nilai standar berskala Sembilan (stannine), yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak mulai dari 1 sampai dengan  9,[7] seperti berikut ini:

Staines

Interpretasi

9  (4%)

Tinggi (4%)

8  (7%)

7  (12%)

Diatas rata-rata (19%)

6  (17%)

5  (20%)

4  (17%)

Rata-rata  (54%)

3  (12%)

2  (7%)

Dibawah rata-rata (19%)

1  (4%)

Rendah (4%)

Misalnya kita memiliki skor-skor seperti disebutkan dalam hasil ulangan IPS kelas V, dengan mudah dapat kita tentukan 4% dari siswa yang mendapat nilai 9, selanjutnya 7% mendapat nilai 8, 12% mendapat nilai 7, 17% mendapat nilai 6, dan seterusnya.

b.      Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/ stanel= eleven points scale), yaitu skala nilai yang bergerak mulai  dari nilai 0 sampai dengan nilai 10,[9] yang dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM disesuaikan dengan system penilaian di Indonesia. Dengan stanel ini, system penilaian membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka-angka  0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati  jarak antara

c.       Standar sepuluh. Didalam Buku Pedoman Penilaian (Buku III B Seri Kurikulum SMA Tahun 1975) ditentukan bahwa untuk mengolah hasil tes, digunakan standar relative, dengan nilai berskala 1 – 10. Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu:

Ø  Mean (rata-rata skor)

Ø  Deviasi Standar (Simpangan Baku)

Ø  Tabel Konversi angka ke dalam nilai berskala 1 – 10

Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1 – 10 adalah sebagai berikut:

v  Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor-skor mentah

v  Menghitung rata-rata skor (mean)

v  Menghitung deviasi standar

v  Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1 – 10

Bab 16 KEDUDUKAN SISWA DALAM KELOMPOK

1.      Pengertian

Pengertian yang dimaksud kedudukan siswa dalam kelompoknya adalah letak seorang siswa di dalam urutan tingkatan, dalam istilah disebut rangking. Untuk dapat diketahui rangking dari siswa  di suatu kelas maka harus diadakan pengurutan nilai siswa tersebut dari yang paling atas sampai ke nilai yang paling bawah.

2.      Cara-cara menentukan kedudukan siswa:

a.       Dengan rangking sederhana( simple rank) adalah urutan yang menunjukkan letak atau kedudukan seseorang dalam kelompoknya dan dinyatakan dengan nomor atau angka biasa.

b.      Dengan rangking presentase (percentile rank) adalah kedudukan seseorang dalam kelompok, yang menunjukkan banyaknya persentase yang berada di bawahnya

c.       Standar Deviasi adalah penentuan kedudukan dengan membagi kelas atas kelompok-kelompok. Tiap kelompok dibatasi oleh suatu standar deviasi tertentu.

d.      Standard score atau z-score adalah angka yang menunjukkan perbandingan perbedaan score seseorang dari mean dengan standar deviasinya untuk menentukan z-score, harus diketahui:

Ø  Rata-rata skor dari kelompok.

Ø  Standar deviasi dari skor-skor tersebut

Pengetrapan dari z-score ini banyak digunakan di dalam menentukan kejuaraan seseorang apabila kebetuan jumlah nilainya sama

Kedudukan seseorang dalam sebuah kelas sangat penting karena dengan begitu peserta didik akan tahu berapa rangking yang telah dicapainya, jika mendapat rangking yang bagus maka dia akan merasa bangga dengan hasil yang diperoleh atas usaha yang telah dilakukan selama ini dalam proses belajar mengajar, sedang apabila rangkingnya jelek maka peserta didik akan lebih termotivasi untuk memperbaiki dirinya. Dalam bab ini telah dijelaskan bagaimana cara menentukan kedudukan siswa melalui beberapa standar yang lazim digunakan.

Bab 17 MENCARI NILAI AKHIR

1.      Fungsi Nilai Akhir

a.       Fungsi intruksional bertujuan untuk memberikan suatu balikan yang mencerminkan seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pengajaran atau system intruksional.

b.      Fungsi informatif bertujuan untuk memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai arti bahwa orang tua siswa tersebut menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi putranya di sekolah.

c.       Fungsi bimbingan bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian mana dari usaha siswa di sekolah yang masih memerlukan bantuan.

d.      Fungsi administratif:

Ø  Menentukan kenaikan dan kelulusan siswa

Ø  Memindahkan atau menempatkan siswa

Ø  Memberikan beasiswa

Ø  Memberikan rekomendasi untuk melanjutkan belajar

Ø  Memberi gambaran tentang prestasi siswa atau lulusan kepada calon pemakai tenaga kerja.

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian:

a.       Prestasi/ pencapaian (achievement)

b.      Usaha (effort)

c.       Aspek pribadi dan social (personal and social characteristics)

d.      Kebiasaan bekerja (working habits).

3.      Cara menentukan nilai akhir:

a.         Untuk memperoleh nilai akhir, perlu diperhitungkan nilai tes formatif dan tes sumatif.

b.         Nilai akhir diperoleh dari nilai tugas, nilai ulangan harian, dan nilai ulangan umum dengan bobot 2,3,dan 5.

c.         Nilai akhir untuk STTB diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian (diberi bobot satu) dan nilai EBTA (diberi bobot dua), kemudian dibagi 3.

Bab 18 MEMBUAT LAPORAN

1.      Pentingnya Laporan

Laporan biasanya dibuat oleh seorang guru dibuat pada akhir semester, dibuatnya laporan ini diperlukan untuk mengetahui hasil akhir dari apa yang dilakukan oleh siswa-siswi serta diperlukan agar guru dapat mengetahui tingkat keberhasilannya dalam mengajar sudah berhasil atau belum jika belum maka guru akan meninjau kembali metodenya dalam mengajar.Secara sistematis dapat dikemukakan disini bahwa laporan tentang siswa bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu sebagai berikut:

a)      Siswa sendiri, secara alamiah setiap orang selalu ingin tahu akibat dari apa yang telah mereka lakukan, dengan mengetahui hasil yang positif dari perbuatannya, maka pengetahuan yang diperoleh akan dikuatkan dan jika siswa mendapat informasi bahwa jawwabannya salah, maka lain kali ia tidak akan menjawab seperti itu lagi.

b)      Guru yang mengajar akan mengetahui catatan laporan kemajuan siswa.

c)      Guru lain, maka guru yang akan mengganti mengajar akan tahu bagaimana meladeni atau memperlakukan siswa.

d)      Petugas lain disekolah.

e)      Orang tua akan mengetahui kemajuan anak dari hari ke hari.

f)       Pemakai lulusan, laporan pendidikan menunjukkan bahwa seseorang telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan tertentu. Digunakan untuk mencari pekerjaan dan mencari kelanjutan studi.

2.      Macam dan Cara Membuat Laporan

ü  Catatan lengkap.

ü  Catatan tidak lengkap.

ü  Lulus-belum lulus.

ü  Nilai siswa.

Bab 19 EVALUASI PROGRAM PENGAJARAN

1.      Apakah Evaluasi Program Itu?

Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menentukan apakah target progam yang disusun sudah tercapai dengan begitu maka akan diketahui bagaimana kualitas mengajar seorang guru apakah sudah efektif atau belum berdasarkan tingkat pencapaian yang sudah dicapai.

Evaluasi  progam merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan progam. Untuk menentukan seberapa jauh target progam sudah tercapai, yang dijadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan.

Pentingnya evaluasi progam yaitu agar guru mengetahui betul apa yang terjadi di dalam proses belajar-mengajar, guru berkepentingan atas kualitas pengajaran. Untuk memperbaiki proses pengajaran yang akan dilaksanakan lain waktu, guru perlu mengetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian dari tugas yang telah dikerjakan selama kurun waktu tertentu.

2.      Objek atau sasaran evaluasi progam.

Ø  Input(masukan)

Ø  Materi atau kurikulum.

Ø  Guru.

Ø  Metode atau pendekatan dalam mengajar.

Ø  Sarana: alat pelajaran atau media pendidikan.

Ø  Lingkungan manusia.

Ø  Lingkungan bukan manusia.

3.      Cara melaksanakan evaluasi progam.

            Apabila guru ingin melakukan evaluasi progam dengan lebih seksama, terlebih dahulu harus menyusun rencana evaluasi sekaligus menyusun instrument pengumpulan data. Mengenai bagaimana menyiapkan instrumen untuk angket, pedoman wawancar, pedoman pengamatan dapat dipelajari dari buku-buku penelitian. Sebagai cara yang paling sederhana adalah mengadakan pencatatan terhadap peristiwa yang dialami dari kegiatan sehari-hari di kelas.

 

 


Jenis Supervisi, Model, Type, Pendekatan, Proses Pelaksanaan dan Teknik Supervisi Pendidikan

Jenis Supervisi, Model, Type, Pendekatan, Proses Pelaksanaan dan Teknik Supervisi Pendidikan

A.    Jenis supervisi

Ada beberapa jenis supervisi yaitu :

1.      Supervisi Umum dan Pengajaran

Supervisi umum yaitu : supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan yang berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran.

Sedangkan pengajaran : kegiatan kepengawasan yang berfungsi memperbaiki kondisi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.      Supervisi Klinis

Supervisi klinis : proses supervisi adalah bimbingan yang berdasarkan atas observasi dan analisis data secara teliti dan objektif.

3.      Pengawasan Melekat dan Fungsional.

B.     Fungsi Supervisi Pendidikan

Fungsi utama supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran, tetapi tidak menutup kemungkinan dalan fungsi supervisi modern selain menilai juga memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik. Ada analisis yang lebih luas seperti yang dibahas oleh Swearingen dalam bukunya Supervision of Instruction – Foundation and Dimension (1961), yang mengemukakan 8 fungsi supervisi:

1.      Mengkoordinasi semua usaha sekolah

2.      Memperlengkapi kepemimpinan sekolah

3.      Memperluas pengalaman guru-guru

4.      Menstimulasikan usaha-usaha yang kreatif

5.      Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus

6.      Menganalisis situasi belajar-mengajar

7.Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf

8.Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.

C.    Type Supervisi

Briggs mengemukakan empat type supervisi dari pelaksanaannya :

1.      Corective Supervision

Kegiatan supervisi ini lebih dalam bentuk mencari kesalahan-kesalahan orang yang disupervisi, sehingga hanya menekankan pada penemukan kesalahan. Maka supervisi jenis ini bukalah alat yang efektif untuk memperbaiki proses belajar-mengajar.

2.      Preventive Supervision.

Kegiatan supervisi lebih pada usaha untuk melindungi guru dari berbuat kesalahan, sebagai akibatnya guru tidak berani berbuat hal-hal lain kecuali yang telah ditetapkan, sehingga guru kurang memiliki kepercayaan pada diri sendiri

3.      Courtructive Supervision.

Supervisi yang berorientasi kepada masa depan, dengan melihat kesalahan dan membangunnya agar lebih baik dan melihat hal baru dan berusaha untuk mengembangkannya.

4.      Creative Supervision.

Supervisi ini melihat guru lebih besar peranannya dalam mengusahakan perbaikan proses belajar-mengajar, dan usaha untuk membaikinya lebih diserahkan pada guru sendiri, supervisitor atau kelapa sekolah hanyalah menciptakan situasi yang dapat menimbulkan daya kreatif dari guru-guru.

Sebaiknya antara guru dan kepala sekolah/madrasah dapat melihat permasalahan yang dirasakan baik oleh guru ataupun kepala sekolah tersebut, sehingga jenis supervisi mana yang dapat diterapkan.

Berdasarkan teori Johany Windon, ada 4 jenis model supervisi yang dapat dipakai :

1.    guru dan kepala sekolah tahu masalah yang dihadapinya, sehingga type ini lebih mudah menggunakan supervisi terbuka.

2.guru tidak tahu masalah yang dihadapi, tetapi kepala sekolah mengetahuinya, type ini yang digunakan supervisi direktif

3.   sebaliknya guru mengetahui permasalahannya namun kepala sekolah tidak tahu, type ini sebaiknya menggunakan jenis model klinis

4.jika guru dan kepala sekolah sama-sama tidak mengtahui permasalahannya maka dengan mendatangkan pihak ketiga orang lain merupakan jalan yang tepat.

Tipe-tipe lain Supervisi

1.      Tipe Inspeksi

Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.

2.      Tipe Laisses Faire

Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.

3.      Tipe Coersive

Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.

4.      Tipe Training dan Guidance

Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.

5.      Tipe Demokratis

Seperti namanya, tipe ini bersifat demokratis juga dalam pelaksanaan supervisi. Pada tipe ini juga berlaku sistem pendistribusian dan pendelegasian.Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

D.    Model Supervisi Pendidikan

Yang dimaksud dengan model ialah suatu pola, contoh : acuan dari supervisi yang diterapkan. Ada berbagai model yang dikembangkan, antara lain :

1.      Model konvensional (tradisional), yaitu pemimpin cenderung untuk mencari-cari kesalahan, kadang-kadang bersifat mematai-matai.

2.      Model ilmiah, seperti yang telah diuraikan diatas supervisi ini mempunyai ciri-ciri :

a.       dilaksanakan secara berencana dan kontinu

b.      sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu

c.       menggunakan instrumen pengumpulan data

d.      ada data yang obyektif yang diperoleh dari keadaan yang riil

3.      Model artistik, supervisi ini menyangkut bekerja untuk orang lain, bekerja dengan orang lain, dan bekerja melalui orang lain. Artinya hubungan manusia dapat tercipta bila ada keralaan untuk menerima orang lain sebgaimana adanya, yaitu adanya unsur kepercayaan, saling mengerti, daling menghormati, dan saling mengakui. Karena mengajar merupakan kegiatan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan seni.

4.      Model klinis, merupakan gabungan antara model ilmiah dan artistik, yaitu supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematis, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Jadi tekanan dalam pendekatan ini bersifat khusus melalui tatap muka dengan guru pengajar, inti bantuan terpusat pada perbaikan penampilan dan perilaku mengajar guru.

Jika dilihat dari besarnya peranan tanggung jawab guru, tanggung jawab pembina serta metode pembinaan yang digunakan dapat dilhat dalam tabel berikut :

Tangggungjawab guru

Tinggi

Sedang

Rendah

Tanggungjawab Pembina

Rendah

Sedang

Tinggi

Pandangan pembina

Non direktif

Kolaboratif

Direktif

Metode Pembinaan

Self asistent

Contrae

Delinoness standar

 E.     Pendekatan Supervisi Pendidikan

Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi modern didasarkan pada prinsip-prinsip psikologis, artinya suatu pendekatan atau teknik pemberian supervisi sangat tergantung kepada prototipe guru. Sehingga jenis pendekatannya akan berbeda-beda. Dapat menggunakan pendekatan, antara lain :

a.  pendekatan langsung (direktif) yaitu cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat langsung/memberikan arahan langsung ini lebih bersifat psikologis behaviorisme,

b.  pendekatan tidak langsung (non-Direktif) yaitu supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi ia terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru dan ini lebih bersifat psikologisk humanistik.

c.  pendekatan kolaboratif yaitu cara pendekatan yang memadukan anatara cara pendekatan direktif dan non direktif dan lebih bersifat psikologi kognitif.

F.     Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan

Wyn  dalam Sahertian dan Mataheru (1986) menyebutkan teknik supervisi terdiri dari individual deviation (bersifat individual) dan group devices (bersifat kelompok). Teknik supervisi yang bersifat individual antara lain; kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri. Sedangkan teknik yang bersifat kelompok diantara adalah;  panel of forum discussion,curriculum laboratry, directed reading, demonstration teaching,  professional libraries, supervisory bulletin, teacher meeting, professional oraganization, workshop of group work.

Evan dan Neagly (1980) menyebutkan teknik supervisi terdiri dari; individual techniques (teknik perorangan) dan group techniques (teknik kelompok). Individual techniques terdiri atas; assignment of teachers, classroom visitation and observation, classroom experimentation, colleges course, conference (individual), demonstration teaching, evaluation, proffesional reading, professional writing, supervisory bulletins, informal contacts. Sedangkan yang termasuk teknik kelompok (group techniques) diantaranya adalah; orientation of new teacher, development of professional libraries, visiting other teachers, coordinating of student teacing.

Sedangkan teknik-teknik supervisi pendidikan dapat dibedakan dalam dua macam :

1.      Teknik yang bersifat individual, seperti : perkunjungan kelas, observasi kelas, Percakapan pribadi,  penyeleksian berbagai sumber materi untuk mengajar dan menilai diri sendiri.

a.       Mengadakan kunjungan kelas (Classroom visitation) Yang dimaksud adalah kunjungan yang dilakukan untuk melihat guru yang sedang mengajar atau ketika kelas sedang kosong.

b.      Mengadakan observasi kelas (Classroom Observation) Kunjungan ke sebuah kelas untuk mencermati situasi/peristiwa yang sedang berlangsung di dalam kelas.

c.       Mengadakan wawancara :  dilakukan apabila supervisor menghendaki jawaban dari individu tertentu.

2.      Teknik yang bersifat kelompok, seperti : pertemuan orientasi bagi guru baru, panitia penyelenggara, dan rapat guru.

a.         Mengadakan pertemuan/rapat (meeting) Dalam kegiatan ini Supervisor dapat memberikan pengarahan ( directing ), pengkoordinasian ( coordinating ) dan mengkomunikasikan ( comunicating ) segala informasi kepada guru/staf .

b.         Mengadakan diskusi kelompok ( group discusion )

c.         Mengadakan penataran (in service training)

d.         Seminar

G.    Mekanisme Pelaksanaan Supervisi

1.           Tahap penyusunan program supervisi.Program tersebut meliputi program tahunan dan program semester ( terlampir )

2.             Tahap persiapan, yang perlu dipersiapkan:

a.         Format/instrumen supervisi.

b.        Materi pembinaan/supervisi.

c.         Buku catatan .

d.        data supervisi/pembinaan sebelumnya.

3.             Tahap pelaksanaan : diarahkan pada sasaran yang  telah ditetapkan.

4.     Tahap tindak lanjut.Merupakan pembinaan dan perbaikan dari hasil  temuan pada saat supervisi.

H.    Melaksanakan Supervisi Pembelajaran.

1.    Observasi kelas. observasi kelas merupakan salah satu cara paling baik memberikan supervisi pembelajaran Karen dapat melihat kegiatan guru, murid dan masalah yang timbul.

1)      Perancanaan. Kepala sekolah merencanakan dalam menyusun program dalam satu semester atau tahunan. Program tidak terlalu kaku, tergantung dari jumlah guru yang perlu di observasi. Ada tiga macam observasi yaitu dengan pemberitahuan, tanpa pemberitahuan, dan atas undangan.

2)      mekanisme observasi

a. persiapan yang diperhatikan :

– guru diberi tahu kepala sekolah bahwa kepala sekolah akan mengadakan observasi

– kesepakatan kepala sekolah dan guru tolak ukur tentang apa yang dioservasi

b. sikap observasi didalam kelas

– memberikan salam kepada guru yang mengajar

– mencari tempat duduk yang tidak mencolok

– tidak boleh menegur kesalahan guru di dalam kelas

– mencatat setiap kegiatan

– bila ada memakai alat elektronika : tape recorder, kemera

– mempersiapkan isian berupa check list

c. membicarakan hasil observasi

hasil yang dicatat dibicarakan dengan guru, dan beberapa hal yang diperlu dikemukankan :

– kepala sekolah mempersiapkan (bisa bertanya pada nara sumber atau perpustakaan)

– waktu percakapan

– tempat percakapan

– sikap ramah simpatik tidak memborong percakapan

– percakapan hendaknya tidak keluar dari data observasi

– guru diberi kesempatan dialog dan mengeluarkan pendapat

– kelamahan guru hendaknya menjadi motivasi guru dalam memperbaiki kelemahan

– saran untuk perbaikan diberikan yang mudah dan praktis

– kesepakatan perbaikan disepakati bersama dengan menyenangkan.

d. laporan percakapan

– hasil pembicaraan didokumenkan menurut masing-masing guru yang telah diobservasi

– isi dokumen dimulai dari tanggal, tujuan data yang diperoleh, catatan diskusi, pemecahan masalah dan saran-saran

2.   Saling mengunjungi. Dalam kegiatan belajar mengajar sudah ada wadah dari kegiatan untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan pembelajaran guru-guru antara lain :

a.       untuk tingkat SMP dan SMA adalah musyawarah guru mata pelajaran (MGMP)

b.      untuk tingkat Sekolah Dasar adalah Pusat kegiatan guru (PKG)

3.Domonstrasi mengajar. Dalam kegiatan pembelajaran sangat sukar menentukan mana yang benar dalam praktek mengajar karena mengajar menurut Siswoyo (1997) sebagai seni dan filusuf. Menurut pendapat diatas mengajar dalam pekerjaan disekolah bukan pekerjaan yang mudah, sehingga kepala sekolah dalam demonstrasi pembelajaran tidak perlu mengakui kelemahan dan perlu mencarikan ahli yang dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran yang baik

4.      Supervisi klinis. Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Perbedaannya dengan supervisi yang lain adalah prosedur pelaksanaannya ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan kemudian langsung diusahkan perbaikan kekurangan dan kelemahan tersebut.

Pelaksanaan supervisi klinis menurut la sulo (1987), mengemukakan ciri-ciri supervisi sebagai berikut :

a.       bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi.

b.    kesepakatan antara guru dan supervisor tentang apa yang dikaji dan jenis keterampilan yang paling pointing (diskusi guru dengan supervisor)

c.   instrument dikembangkan dan disepakati bersama antara guru dengan supervisor

d.  guru melakukan persiapan dengan aspek kelemahan-kelemahan yang akan diperbaiki. Bila perlu berlatih diluar sekolah

e.       pelaksanaannya seperti dalam teknik observasi kelas

f.        balikan diberikan dengan segera dan bersifat obyektif

g.      guru hendaknya dapat menganalisa penampilannya

h.supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan

i.        supervisor dan guru dalam keadaam suasanan intim dan terbuka

j.  supervisor dapat digunakan untuk membentuk atau peningkatan dan perbaikan keterampilan pembelajaran

5.  Kaji tindak. Fokus utama kajian tindak adalah mendorong para prektisi untuk meneliti dan terlibat dalam praktik penelitiannya sendiri. Hasil penelitiannya dipakai sendiri oleh peneliti dan orang lain yang membutuhkan. Menurut kemmi (1995), kaji tindak dirumuskan dalam empat tahap yaitu : tahap perencanaan, tahap aksi atau pelaksanaan tindakan, tahap pengamatan, tahap evaluasi danrefleksi/umpan balik.Laporan hasil penelitian kaji tindak terdiri dari :

a.       gagasan umum

b.      perumusan masalah

c.       perencanaan penelitian kaji tindak

d.      pelaksanaan penelitian kaji tindak

e.       monitoring

f.        evaluasi dan refleksi

g.      saran dan rekomendasi


Piet A. Sahertian, Drs, Prof, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2000), h. 21

Dr. Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah dasar dalam Kerangka Manajemen peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta: Bumi Akasara, 2004), h.65-67
Ahmad Azhari, Supervisi Rencana Program Pembelajaran, (Jakarta : Rian Putra, 2004), h. 5-7

Supervisi Dalam Administrasi

Supervisi Dalam Administrasi

Administrasi dan Supervisi Pendidikan

Administrasi pendidikan sebagai ilmu mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan ilmu administrasi lain. Perbedaan administrasi pendidikan dan administrasi lain adalah terletak pada prinsip-prinsip operasionalnya, dan bukan pada prinsip-prinsip umumnya. Dengan demikian, meskipun untuk memahami administrasi pendidikan diperlukan pemahaman atau penguasaan administrasi umum, tidak berarti bahwa pengetahuan administrasi dapat diterapkan didalam administrasi pendidikan karena prinsip operasionalnya berbeda.

Konsep administrasi mempunyai pengertian yang luas sebagaimana dapat dijelaskan seperti berikut ini :

1.      Mempunyai pengertian sama dengan manajemen yang berusaha mempengaruhi dan menyuruh orang agar bekerja secara produktif;

2.      Memanfaatkan manusia, material, uang, metode secara terpadu guna mencapai tujuan institusional;

3.      Mencapai suatu tujuan melalui orang lain; fungsi eksekutif pemerintah dan memanfaatkan system kerja sama interaktif yang efektif dan efesien (Daryanto, 2006 : 1) dalam buku  (Herabudin, 2009 : 19) .

Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa administrasi itu merupakan pelayanan terhadap semua kebutuhan institusional dengan cara efektif dan efesien dan administrsi sebagai salah satu komponen dari system yang subsistemnya saling berkaitan satu dengan yang lainnya, karena administrasi adalah aktivitas-aktivitas untuk mencapai suatu tujuan atau proses penyelenggaraan kerja untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. 

Terdapat beberapa istilah yang mempunyai kesamaan pengertian  dasarnya yaitu kontrol, pengawasan, pembinaan, inspeksi. Bidang pendidikan inspeksi pada masa kolonial. Tetapi sekarang menggunakan supervisi atau pembinaan, yang lebih demokratis.

Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat tentang supervisi pada bidang pendidikan :

1.      NA. Ametembun dalam supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan  adalah pembinaan kearah perbaikan situasi pendidikan. Pembinaan bermaksud berupa bimbingan atau tuntutan kearah situasi pendidikan termasuk pengajaran pada umumnya, dan peningkatan mutu mengajar belajar pada umumnya.

2.      Kimball Wiles. Dalam Supervision for Better School, “supervision is assistance in the development  of a better teaching learning situation”.

3.      Harold P. Adams dan Frank G. Dickey, dalam Basic principle of supervisionSupervision is a service particulary concerned with contruction and its improvement. It is directly concerned with teaching and learning and with the factor included in and related in these process-teachers-pupil-cuririculum, materials of the situation”.

4.      Thomas H Briggs and Joseph Justman dalam Improving instruction through supervisionSupervision is the systematic and continuous effort to encourage and direct self, activated growth that the teacher is in creasingly more effective in contributing to the achievement of the recognized objectives of education with pupil under his responsibility”.

5.      Drs. M. Ngalim Purwanto, dalam Administrasi Pendidikan “Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif”.

Dalam lima pendapat diatas dapat di analisis agar kita memahami pengertian supervisi pendidikan dengan cara mengetahui  unsur-unsur penting didalamnya. Unsur-unsur penting tersebut adalah sebagai berikut :

a.       Aktivitas pembinaan yang direncanakan

b.      Perbaikan situasi pengajaran (belajar-mengajar)

c.       Mengefektifkan para guru, pegawai sekolah, dan sumber material lainnya

d.      Pencapaian tujuan pendidikan lebih efektif dan efesien.

Dengan adanya unsur-unsur penting tersebut dapat menjadi sebuah pengertian supervise pendidikan yaitu supervise pendidikan itu adalah pembinaan yang direncanakan dalam perbaikan situasi pengajaran dengan lebih meningkatkan pendayagunaan sumber personel dan material dalam pencapaian tujuan tujuan pendidikan secara lebih efektif dan efesien.

Maksud dari pembinaan yaitu memberikan bimbingan dan latihan bagi guru dan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dalam tugas yang di embannya, agar supervise pendidikan itu mengarah perbaikan dalam pengajaran yang baik dan terjaminnya dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.

Administrasi supervisi pendidikan merupakan pembinaan yang direncanakan bagi personel dalam proses kerjasama di bidang pendidikan dan peningkatan sumber  daya material dalam rangka perbaikan situasi pengajaran untuk mencapai tujuan pendidikan lebih efektif dan efesien.

B.     Hubungan Administrasi dengan Supervisi Pendidikan

Administrasi dan supervisi itu tidak dapat dipisahkan, karena administrasi dan supervise saling berkaitan ataupun mempunyai hubungan yang sangat erat. Seperti pengertian administrasi dan supervisi yang telah disebutkan diatas bahwa keduanya merupakan pembinaan yang direncanakan bagi personel dalam proses kerja sama dibidang pendidikan dan peningkatan sumber daya material dalam rangka perbaikan situasi pengajaran agar tercapainya suatu tujan pendidikan yang efektif dan efesien,  namun dalam hal-hal tertentu keduanya dapat dibedakan.

1.      Kegiatan administrasi didasarkan kepada kekuasaan, sedangkan supervise didasarkan pelayanan bimbingan dan pembinaan;

2.      Tugas administrasi meliputi keseluruhan bidang tugas disekiolah, termasuk manajement sekolah, sedangkan supervise adalah sebagian dari tugas dari pengarahan (directing), satu segi manajement sekolah;

3.      Administrasi bertugas menyediakan semua kondisi yang diperlukan untuk pelaksanaan program pendidikan, sedanagkan supervise menggunakan kondisi-kondisi yang telah disediakan itu untuk peningkatan mutu belajar mengajar.

Hal diatas merupakan perbedaan antara administrasi dan supervise, namun keduanya saling berkaitan dan tak terlepaskan juga mempunyai tujuan untuk mencapai pendidikan yang lebih baik.Selain itu juga disini ada dibahas sedikit tentang bagaimana cara-cara melaksanakan supervise, dimana seorang pemimpin tidak sama dengan pemimpin yang lain, hal ini juga tergantung pada tipe atau corak kepemimpinannya.

Seorang  otoriter menjalankan supervise untuk mengetahui kesalahan-kesalahan petugas dalam melaksanakan tugasnya, yaitu menjalankan peraturan dan intruksi yang diberikan oleh pusat (atasan) kepada bawahannya. Supervisi dijalankan dengan sekonyong-sekonyong tanpa sepengetahuan petugas yang diawasi, seolah-seolah supervisor bertugas sebagai reseriser yang mengintai untuk menemukan pelanggaran. Suasana antar kariyawan sekolah dibawah pimpinan diktatoris seperti tersebut adalah tertekan, tegang, kegembiraan bekerja tidak ada sama sekali, karena ada juga kepala sekolah atau pemimpin yang bercorak leissez faire atau pemimpin yang masa bodoh, tidak mau tahu, acu tidak acu dalam menjalankan pengawasan.

Kehidupan sekolah semacam itu mudah timbul kesimpang siura, perselisihan, karena semua karyawan menjalankan tugas menurut kebijaksanaan dan kepentingan masing-masing, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain. Situasi buruk makin lam semakin menjadi, sehingga akhirnya tidak teratasi lagi. Pemimpin seperti ini tidak memiliki sikap kepemimpinan yang baik dan tidak pantas menjadi pemimpin sekolah, karena dapat merusak tunas bangsa muda yang seharusnya melanjutkan untuk kedepannya agar yang lebih baik tapi malah sebaliknya yang ada adalah kehancuran.

Kemudian kepala sekolah atau pemimpin yang bercorak demokratis menjalankan pengawasan menurut program kerja tertentu. Dalam rapat sekolah sudah ditentukan organisasi pembagian tugas, sebagai tempat ikut berpartisipasi menurut kecakapan masing-masing, koordinasi serta komunikasi, program dan pengarahan kerja dan sebagainya. [6] Dengan demikian semua karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai tugas yang diembanya dan yang tidak bertentangan satu sama yang lainnya. Tetapi dapat saling membantu, agar tercapainya atau terwujudnya pendidikan sesuai pengawasan yang dijalankan dan sesuai dengan program kerjanya.

Hal tersebut dapat tercapai karena adanya kerja sama antara pemimpin atau kepala sekolah dengan karyawan-karyawan yang ada disekolah berusaha untuk menghilangkan hal-hal yang negative yang menghambat lancarnya jalan kehidupan sekolah, serta bersama-sama mendapatkan metode-metode bekerja gotong royong yang efesien, produktif sesuai dengan kondisi setempat.

Dan ada juga hal lain yang dapat menghambat lancarnya kehidupan sekolah seperti adanya paerbedaan pendapat, perselisihan yang timbul dicarikan pemecahannya dengan cara musyawarah. Kekeliriuan cara bekerja segera diketahui, sehingga tidak mejadi berlarut-larut dan guru yang kurang bersemangat dipimpindan diisyaratkan untuk menjalankan tugasnya denagan baik.

Pengawasan secara demokratis yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1.      Pengawasan dijalankan secara gotong royong atau koperatif, tidak disatu tangan saja, yaitu khususnya bagi kepala sekolah;

2.      Pengawasan dijalankan terangan-terangan, diketahui oleh semua petugas yaitu guru-guru, tidak secara sembunyi-sembunyi;

3.      Pengawasan dijalankan secara berkelanjutan dan bersifat tut wuri handayani (bersifat pembimbing).

Yang dapat mengatasi masalah-masalah yang menghambat lancarnya kehidupan sekolah adalah seorang kepala sekolah atau pemimpin yang mempunyai kualifikasi kepemimpinan yang memadai, terutama kebijaksanaan dan kewibawaan yang luar biasa.

 C.     Konsep Dasar Pengawas

Pengawas sekolah adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan dasar dan menengah.

Pengawas melakukan penilaian, yaitu penentuan derajat kualitas berdasarkan kriteria (tolak ukur) yang ditetapkan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dengan adanya penilaian, akan diketahui posisi atau proses pendidikan. Sedangkan pembinaan mengandung pengertian memberikan pengarahan, memberikan bimbingan, memberikan contoh dan memberikan saran dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

1.      Memberikan pengarahan, yaitu upaya pengawas yang dimaksudkan agar yang diawasi dalam melaksanakan tugas lebih terarah dan agar mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

2.      Memberikan bimbingan yaitu upaya para pengawas yang dimaksudkan agar yang diawasi mengetahui secara rinci kegiatan yang harus dilaksanakan dan cara melaksanakan.

3.      Memberikan contoh, yaitu upaya para pengawas yang dilaksanakan diepan kelas yang dimaksudkan agar guru yang mengawasi lebih konkrit dalam mengajar pokok/subpokok bahasan tertentu. Memberikan contoh dapat diberikan kepada guru yang diawasi apabila guru tersebut tersebut tidak mengerti/tidak mengenal sesuatu konsep yang dirumuskan dalam kurikulum atau pedoman lain yang kemungkinan disebabkan : konsep itu memang baru dan konsep tersebut belum pernah dikenal oleh guru yang bersangkutan.

4.      Memberikan saran, yaitu upaya para pengawas sekolah agar suatu proses yang dlaksanakan di sekolah lebih baik dari hasil yang dicapai sebelumnya atau berupa saran kepada pimpinan untuk menindak lanjutin pembinaan yang tidak dapat dilaksanakan sendiri.

Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah Melihat apa yg positif & negatif. Adapun Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya

Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.

Menurut Mulyasa (2006) supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.

Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

D.     Konsep Dasar Supervisi

Pada zaman masa penjajahan Belanda model supervisi yang dijalankan adalah inspeksi administratif untuk mengetahui tingkat disiplin guru dalam melaksanakan pekerjaannya, pada waktu itu guru tidak boleh menyalahi aturan mengajar seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

Supervisi masa penjajahan dilaksanakan oleh School opsiner. Bertujuan untuk mengetahui terlaksananya semua instruksi pemerintah dengan sebaik-baiknya. Teknik yang dilakukannya school visit dan class visit secara tia-tiba. Sikap supervisornya otoriter sebagai atasan terhadap bawahan, bersifat formal. Peranan dan partisipasi supervisi sebagai objek yang pasif, menerima setiap keputusan dan koreksi apapun.

Model supervisi pada masa peralihan setelah kemerdekaan bersifat pengawasan, modelnya berbentuk pembinaan dan penilaian terhadap Kepala Sekolah dan guru dalam memajukan mutu pendidikan.

Gagasan supervisi dan konsepnya senantiasa berkembang, dan bersamaan dengan itu kegiatan supervisipun mengalami perubahan terus. Oleh karena itu pemahaman supervisi perlu diupayakan secara dinamis sesuai perkembangan zaman yang dibutuhkannya.

Pengertian supervisi berdasarkan pembentukan kata menunjukkan kepada sebuah aktivitas akademik yaitu suatu kegiatan pengawasan yang dijalankan oleh orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi dan lebih dalam memahami objek pekerjaaannya dengan hati yang jernih.

Supervisi merupakan kegiatan akademik yang harus dijalankan oleh mereka yang mempunyai pemahaman mendalam tentang kegiatan yang disupervisinya. Kegiatan supervisi harus dijalankan oleh orang yang dapat melihat berdasarkan kenyataan yang ada dan kemudian dibawa kepada kegiatan yang seharusnya, yaitu kegiatan semestinya yang harus dicapai.

Supervisi menurut Hadiri Nawawi adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya untuk melakukan tugas-tugas dan kewajibannya dengan baik. Pengertiannya lebih menekankan kepada pengawasan murni dalam arti kontrol kegiatan dari seorang atasan terhadap bawahannya, agar melaksan kewajiban dengan sebaik-baiknya.

Misi utama supervisi pendidikan adalah memberi pelayanan kepada guru untuk mengembangkan mutu pembelajaran, memfasilitasi guru agar dapat mengajar dengan efektif. Melakukan kerja sama dengan guru atau anggota staf lainnya untuk meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan kurikulum serta meningkatkan pertumbuhan profesionalisasi semua anggotanya.

Supervisi merupakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di Sekolah, bukan sekedar pengawasan terhadap fisik material. Supervisi merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik yang berupa proses belajar mengajar, pengawasan terhadap guru dalam mengajar, pengawasan terhadap murid yang belajar dan pengawasan terhadap situasi yang menyebabkannya. Aktivitasnya dilakukan dengan mengidentifikasi kelemahan-kelemahan pembelajaran untuk diperbaiki, apa yang menjadi penyebabnya dan mengapa guru tidak berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Berdasarkan hal tersebut kemudian diadakan tindak lanjut yang berupa perbaikan dalam bentuk pembinaan.

Pembinaan merupakan sebuah pelayanan terhadap guru, juga merupakan usaha preventif untuk mencegah supaya guru tidak terulang kembali melakukan kesalahan serupa yang tidak perlu, menggugah kesadarannya supaya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajarnya.

Kegiatan supervisi digunakan untuk memajukan pembelajaran melalui pertumbuhan kemampuan guru-gurunya. Supervisi mendorong guru menjadi lebih berdaya, dan situasi mengajar belajar menjadi lebih baik, pengajaran menjadi efektif, guru menjadi lebih puas dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian ssistem pendidikan dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Ini berarti bahwa kedudukan supervisi merupakan komponen yang sangat strategis dalam administrasi pendidikan.

E.     Pelaksanaan Supervisi

Orang yang berada dibalik kegiatan supervisi disebut supervisor, mereka adalah pengawas, manajer, direktur atau kepala sekolah. Pelaksana fungsi supervisi di sekolah pada dasarnya dilakukan oleh mereka yang menduduki fungsi administratif. Pada sekolah yang sudah berkembang pelaksanaannya diserahkan kepada petugas khusus. Atau biasanya dilaksanakan sendiri oleh kepala sekolah.

F.      Persamaan dan Perbedaan Pengawas dan Supervisi

1.      Persamaan: Pengawas dan supervisi memiliki tujuan yang sama yaitu memperbaiki suatu sekolah.

2.      Perbedaan

i.                    Pemimpin

Pengawas : pengawas

Supervisi : Supervisor ( kepala sekolah atau badan khusus yang telah dibentuk)

ii.                  Penilaian

Pengawas : pengawas menilai tentang penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Supervisi : menilai tentang kinerja guru.

iii.                Ruang lingkup

Pengawas : seluruh sekolah yang telah di tugaskan untuk diawas olehnya.

Supervisi : hanya pada sekolah yang di pimpin atau dikelola.

iv.                Kegiatan dan sasaran

Pengawas : memberi pengarahan, pembinaan kepada sekolah untuk kemajuan pelaksanaan pendidikan.

Supervisi : melakukan semua kegiatan untuk memajukan kinerja guru, dan kemajuan pembelajaran dan peserta didik.

 G.    Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Guru dengan Supervisi

Di abad sekarang ini,  yaitu era globalisasi dimana semuanya serba digital, akses informasi sangat cepat dan persaingan hidup semakin ketat, semua bangsa berusaha untuk meningkatkan sumber daya manusia. Hanya manusia yang mempunyai sumber daya unggul dapat bersaing dan mempertahankan diri dari dampak persaingan global yang ketat. Termasuk sumber daya pendidikan. Yang termasuk dalam sumber daya pendidikan yaitu ketenagaan, dana dan sarana dan prasarana.

Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional.

Ada dua metafora untuk menggambarkan pentingnya pengembangan sumber daya guru.

Pertama, jabatan guru diumpamakan dengan sumber air. Sumber air itu harus terus menerus bertambah, agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus. Bila tidak, maka sumber air itu akan kering. Demikianlah bila seorang guru tidak pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa yang diajarkan, maka ia tidak mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara yang lebih menyegarkan kepada peserta didik.

Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang pohon buah-buahan. Pohon itu tidak akan berbuah lebat, bila akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi pertumbuhan pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang perlu bertumbuh dan berkembang. Baik itu pertumbuhan pribadi guru maupun pertumbuhan profesi guru. Setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan pengembangan profesi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan output pendidikan berkualitas. Itulah sebabnya guru perlu belajar terus menerus, membaca informasi terbaru dan mengembangkan ide-ide kreatif dalam pembelajaran agar suasana belajar mengajar menggairahkan dan menyenangkan baik bagi guru apalagi bagi peserta didik.

Peningkatan sumber daya guru bisa dilaksanakan dengan bantuan supervisor, yaitu orang ataupun instansi yang melaksanakan kegiatan supervisi terhadap guru. Perlunya bantuan supervisi terhadap guru berakar mendalam dalam kehidupan masyarakat. Swearingen mengungkapkan latar belakang perlunya supervisi berakar mendalam dalam kebutuhan masyarakat dengan latar belakang sebagai berikut :

1.      Latar Belakang Kultural

Pendidikan berakar dari budaya arif lokal setempat. Sejak dini pengalaman belajar dan kegiatan belajar-mengajar harus daingkat dari isi kebudayaan yang hidup di masyarakat itu. Sekolah bertugas untuk mengkoordinasi semua usaha dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang dicita-citakan.

2.      Latar Belakang Filosofis

Suatu system pendidikan yang berhasil guna dan berdaya guna bila ia berakar mendalam pada nilai-nilai filosofis pandangan hidup suatu bangsa.

3.      Latar Belakang Psikologis

Secara psikologis supervisi itu berakar mendalam pada pengalaman manusia. Tugas supervisi ialah menciptakan suasana sekolah yang penuh kehangatan sehingga setiap orang dapat menjadi dirinya sendiri.

4.      Latar Belakang Sosial

Seorang supervisor dalam melakukan tanggung jawabnya harus mampu mengembangkan potensi kreativitas dari orang yang dibina melalui cara mengikutsertakan orang lain untuk berpartisipasi bersama. Supervisi harus bersumber pada kondisi masyarakat.

5.      Latar Belakang Sosiologis

Secara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor bertugas menukar ide dan pengalaman tentang mensikapi perubahan tata nilai dalam masyarakat secara arif dan bijaksana.

6.      Latar Belakang Pertumbuhan Jabatan

Supervisi bertugas memelihara, merawat dan menstimulasi pertumbuhan jabatan guru. Diharapkan guru menjadi semakin professional dalam mengemban amanat jabatannya dan dapat meningkatkan posisi tawar guru di masyarakat dan pemerintah, bahwa guru punya peranan utama dalam pembentukan harkat dan martabat manusia.

 

Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif (Sahertian, 2000:20).

Supandi (1986:252), menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.

1.      Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.

2.      Pengembangan personal, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.

Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.

Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:

1.      Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.

Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.

2.      Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:

 a.       Bidang Akademik, mencakup kegiatan:

ü  menyusun program tahunan dan semester,

ü  mengatur jadwal pelajaran,

ü  mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,

ü  menentukan norma kenaikan kelas,

ü  menentukan norma penilaian,

ü  mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,

ü  meningkatkan perbaikan mengajar,

ü  mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan

ü  mengatur disiplin dan tata tertib kelas.

 

b.      Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:

Ø  mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,

Ø  mengelola layanan bimbingan dan konseling,

Ø  mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan

Ø  mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.

 

c.       Bidang Personalia, mencakup kegiatan:

v  mengatur pembagian tugas guru,

v  mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,

v  mengatur program kesejahteraan guru,

v  mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan

v  mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.

 

d.      Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:

*      menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,

*      mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,

*      mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan

*      mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

e.       Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:

o   penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,

o   layanan perpustakaan dan laboratorium,

o   penggunaan alat peraga,

o   kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,

o   keindahan dan kebersihan kelas, dan

o   perbaikan kelengkapan kelas.  

 

f.        Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:

§  kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,

§  kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,

§  kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan

§  kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar (Depdiknas 1997).

 

Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya :

a.       Penggunaan program semester

b.      Penggunaan rencana pembelajaran

c.       Penyusunan rencana harian

d.      Program dan pelaksanaan evaluasi

e.       Kumpulan soal

f.        Buku pekerjaan siswa

g.       Buku daftar nilai

h.      Buku analisis hasil evaluasi

i.        Buku program perbaikan dan pengayaan

j.        Buku program Bimbingan dan Konseling

k.       Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler

Kepuasan Kerja Personalia dalam Pendidikan Islam

A.    Pendahuluan

Kepuasan kerja akhir-akhir ini semakin terasa penting artinya dalam lingkup organisasi. Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi, seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja, ‘turn-over’, serta banyak masalah lainnya yang menyebabkan terganggunya proses pencapaian tujuan organisasi. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, menurunnya tampilan kerja baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.

Kepuasan kerja merupakan kondisi emosional yang positif atau menyenangkan terhadap pekerjaan, yang berarti bahwa makna pekerjaan bagi pekerja yang puas menjadi positif. Dengan adanya makna pekerjaan yang positif ini pekerja menjadi lebih siap menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaannya tersebut. Dengan demikian, walaupun individu dihadapkan pada pekerjaan yang mempunyai kemungkinan memberikan stres yang besar, kadar stres dan dampak stres yang dihayatinya tidaklah terlalu besar. Continue reading

Pendekatan Sosiologi dalam Pengkajian Islam

  1. A.    Pendahuluan

Agama merupakan sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan, keimanan dan kepercayaan seseorang. Dalam pembahasan ini, agama dipandang dan diteliti tidak secara sepihak atau memandang agamanya lebih baik dan menghina agama lain. Namun, pemahaman agama di pandang secara obyektif mengenai kebenarannya dengan sikap yang relatif. Hal itu diperlukan beberapa pandangan atau pendapat dari beberapa para ilmuwan. Tujuan dari kajian ini untuk mengungkapkan argumen-argumen yang logis, meningkatkan pemahaman agama dan memperjelas bahasan agama dilihat dari sudut pandang beberapa para ahli dan dilihat dari beberapa metode atau pendekatan.

Dalam buku Seven Theories of Religion, Daniel L. Pals[1] menyatakan bahwa pada awalnya orang Eropa menolak anggapan adanya kemungkinan meneliti agama, sebab antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama tidak bisa disinkronkan. Kasus seperti ini juga terjadi di Indonesia pada awal tahun 70-an, di mana penelitian agama masih dianggap sesuatu yang tabu. Kebanyakan orang berkata: mengapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti lagi, agama adalah wahyu Allah yang tidak bisa diutak-atik. Namun seiring dengan perkembangan zaman, akhirnya sebagian besar orang dapat memahami bahwa agama bisa diteliti tanpa merusak ajaran atau esensi agama itu sendiri. Kini, penelitian terhadap agama bukanlah hal yang asing lagi, malah orang berlomba-lomba melakukannya dengan berbagai pendekatan. Continue reading

Otonomi Pendidikan pada Kerangka Otonomi Daerah

A. PENDAHULUAN

Perkataan otonomi berasal dari bahasa Yunani, outonomous yang berarti “pengaturan sendiri”[1]. Otonomi pendidikan yang muncul bersamaan dengan ketentuan otonomi daerah sebenarnya mengandung hal-hal yang positif. Di era otonomi daerah dan pendidikan yang sekarang sedang gencar dilaksanakan oleh pemerintah pusat, kini pemerintah daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu tentang pendidikan di daerahnya masing-masing di seluruh Indonesia. Inilah yang kemudian di kenal secara umum sebagai Otonomi Daerah yang, oleh beberapa orang disebut sebagai tidak tepat.  Menurut orang-orang tersebut, istilah yang benar adalah desentralisasi. Continue reading

PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAN POLITIK

(Analisis terhadap BOS dan pengaruhnya terhadap ekonomi)

A. Pendahuluan
Jutaan anak usia sekolah di negara kita, dewasa ini masih belum mendapatkan kesempatan bersekolah. Sekitar 1,5 juta di antaranya, anak usia 13 – 15 tahun, terpaksa putus sekolah . Padahal pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Namun, sampai dengan saat ini masih banyak orang miskin yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu, hal ini disebabkan antara lain karena mahalnya biaya pendidikan. Continue reading